KEUNIKAN GAGASAN DAN TEKNIK 
DALAM KARYA SENI TERAPAN DAERAH SETEMPAT
A. Karakteristik  Seni Rupa dan Cabang-cabangnya 
Seni Rupa adalah sebuah konsep atau nama untuk  salah satu cabang seni yang bentuknya terdiri atas  unsur-unsur rupa yaitu: garis, bidang, bentuk, tekstur, ruang dan warna.  Unsur-unsur rupa tersebut tersusun menjadi satu dalam sebuah pola  tertentu. Bentuk karya seni rupa merupakan keseluruhan unsur-unsur rupa  yang tersusun dalam sebuah struktur atau komposisi yang bermakna.  Unsur-unsur rupa tersebut bukan sekedar kumpulan atau akumulasi  bagian-bagian yang tidak bermakna, akan tetapi dibuat sesuai dengan  prinsip tertentu. Makna bentuk karya seni  rupa tidak ditentukan oleh banyak atau sedikitnya unsur-unsur yang  membentuknya, tetapi dari sifat struktur itu sendiri.  Dengan kata lain kualitas keseluruhan sebuah karya seni lebih  penting dari jumlah bagian-bagiannya.
Karya seni rupa dapat dibagi menjadi dua yaitu:  karya seni rupa dua dimensi dan karya seni rupa tiga  dimensi. Karya seni rupa dua dimensi adalah karya seni rupa yang  hanya memiliki dimensi panjang dan lebar atau karya yang hanya dapat  dilihat dari satu arah pandang saja. Contohnya, seni lukis,  seni grafis, seni ilustrasi, relief dan sebagainya. Karya seni rupa tiga  dimensi adalah karya seni rupa yang memiliki dimensi panjang, lebar dan  tinggi, atau karya yang memiliki volume dan menempati ruang. Contoh :  seni patung, seni kriya, seni keramik, seni arsitektur dan berbagai  desain produk.
Seni Rupa jika dilihat dari segi fungsinya dapat  dikelompokkan menjadi dua, yaitu seni murni (fine art) dan seni  pakai / terapan (applied art). Seni murni adalah karya seni rupa  yang dibuat semata-mata untuk memenuhi kebutuhan artistik. Orang  mencipta karya seni murni umumnya berfungsi sebagai sarana untuk  mengekspresikan cita rasa estetik. Kebebasan berekspresi dalam seni  murni sangat diutamakan. Yang tergolong dalam seni murni yaitu: seni  lukis, seni patung, seni grafis dan sebagian seni kerajinan.
Seni Terapan atau seni pakai  (applied art) adalah karya seni rupa yang dibuat untuk memenuhi  kebutuhan praktis. Contoh seni terapan yaitu:arsitektur, poster,  keramik, baju, sepatu, dan lain-lain. Dalam pembuatan seni pakai  biasanya faktor kegunaan lebih diutamakan daripada faktor keindahan atau  artistiknya. Membuat karya seni terapan tampak lebih sulit dibandingkan  karya seni murni. Hal itu mungkin karena membuat karya seni murni  terasa lebih bebas dibanding membuat karya seni terapan karena tidak  memperhitungkan fungsi. Akan tetapi sering pula terjadi sebaliknya,  melukis bisa lebih sulit daripada membuat rumah tinggal. 
B. Fungsi  dan Tujuan Seni Rupa
Sebagai unsur budaya, seni hadir atau diciptakan  untuk memenuhi kebutuhan manusia baik lahir maupun batin. Sebuah unsur  budaya akan tetap terpelihara keberadaannya jika unsur budaya tersebut  masih berfungsi dalam kehidupan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari kita  dapat merasakan betapa kita sangat membutuhkan sarana berekspresi dalam  menikmati keindahan bentuk.
Berdasarkan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan  manusia, seni dipilah menjadi beberapa kelompok.
1. Fungsi  Individual
Manusia terdiri dari unsur fisik dan psikis. Salah  satu unsur psikis adalah emosi. Maka fungsi individual ini  dibagi menjadi fungsi fisik dan fungsi emosi.
a. Fisik
Fungsi ini banyak dipenuhi melalui seni pakai yang  berhubungan dengan fisik, seperti; busana, perabot, rumah alat  transportasi dan sebagainya.
b. Emosional
Fungsi ini dipenuhi melalui seni murni, baik dari  senimannya maupun dari pengamat atau konsumennya. Contoh: lukisan,  patung, film dan sebagainya.
2. Fungsi  Sosial
Fungsi sosial artinya dapat dinikmati dan  bermanfaat bagi kepentingan orang banyak dalam waktu relative bersamaan.  Fungsi ini dikelompokkan dalam beberapa bidang.
a. Rekreasi  / hiburan
Seni dapat digunakan sebagai sarana untuk melepas  kejenuhan atau mengurangi kesedihan. Contoh: film, komedi, tempat  rekreasi dan sebagainya.
b. Komunikasi
Seni dapat digunakan untuk mengkomunikan sesuatu  seperti pesan, kritik, kebijakan, gagasan, dan produk kepada orang  banyak. Contoh: iklan, poster, spanduk, dan lain-lain.
c. Edukasi  / Pendidikan
Pendidikan juga memanfaatkan seni sebagai sarana  penunjangnya, contoh; gambar ilustrasi pada buku pelajaran, poster  ilmiah, foto dan sebagainya.
d. Religi /  Keagamaan
Karya seni dapat dijadikan ciri atau pesan  keagamaan. Contohnya; kaligrafi, arsitektur tempat ibadah, busana  keagamaan dan sebagainya.
C. Seni  Rupa Terapan Daerah Setempat
1. Seni  Bangun / Arsitektur
Seni bangun merupakan salah satu hasil budaya  masyarakat. Masyarakat Nusantara membuat bangunan dalam berbagai fungsi,  yaitu tempat tinggal, lumbung padi, dan tempat beribadah. Di Jawa  Tengah terdapat rumah Joglo yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan  sekaligus menjadi ciri khas budaya masyarakatnya. Demikian  pula dengan masjid Demak yang struktur bangunannya sangat dekat dengan  struktur rumah joglo.
2. Pakian  Adat
Pengaruh budaya setempat juga sangat terlihat pada  pakaian adat. Pada masa sekarang busana adat Jawa Tengah sering kita  lihat pada upacara-upacara perkawinan Di Jawa Tengah pakaian adat  menjadi pakaian resmi yang terpengaruh dari kalangan istana yang biasa  digunakan untuk upacara kerajaaan atau upacara-upacara Keraton. Misalnya  pada busana kenegaraan abdi dalem yang mengiringi kereta kuda Sultan  Yogyakarta dan Surakarta dalam iring-iringan upacara. Busana tersebut  berupa kaos kaki sutera, sepatu, gesper, dan jas beludru yang dihiasi  dengan jalinan berpita emas. Busana adat Jawa Tengah mendapat pengaruh  dari Eropa pada era Kolonial Belanda. 
3. Wayang 
Pertunjukan wayang di Indonesia bukan saja sebuah  kesenian, melainkan juga sumber nilai. Wayang dalam perkembangannya  sebagai sumber nilai, menyerap berbagai ajaran tentang penghormatan  kepada alam, nenek moyang dan para dewa-dewi. Penghormatan itu dilakukan  oleh manusia sebagai keinginan dasar untuk berhubungan dengan kekuatan  adikodrati (supranatural), kepemimpinan dan kepahlawanan.Selain itu  penghormatan semacam itu dilakukan sebagai bentuk hubungan manusia  dengan Tuhan, dan juga hubungan manusia dengan manusia lain. Kesenian  wayang umumnya memuat ajaran keagamaan dan kehidupan. Wayang selalu  berubah dan menyesuaikan diri dengan konteks keagamaan dan zamannya.  Pada masa penyebaran agama Hindu-Budha dan juga Islam dan Kristen,  kesenian wayang selalu dimanfaatkan sebagai media yang popular dan  efektif untuk dakwah keagamaan.
Meskipun sudah berkembang sejak masa Hindu-Buddha,  kesenian wayang di Jawa mendapat sentuhan kreatif pada masa Islam.  Sentuhan itu bukan saja terlihat dalam bentuknya melainkan juga pada  tema-temanya. Meskipun begitu, wayang tetap mengandung pakem-pakem  cerita utama, seperti Ramayana dan Mahabarata. Kesenian wayang di Jawa  menjadi alas dakwah dan pendidikan paling efektif dan telah diterima  masyarakat sehingga tetap hidup dalam berbagai bentuk perkembangannya  sampai sekarang. Dari kesenian wayang yang bernafaskan Islam tersebut  lahirlah sejumlah jenis wayang antara lain Wayang Kulit, Wayang Beber,  Wayang Kayu, Wayang Krucil, Wayang Golek, bahkan Wayang Suket.
4. Perabot  dan Benda Rumah Tangga
Perabot rumah tangga di Indonesia khususnya di Jawa  banyak dipengaruhi gaya Eropa dan muncul pertama kali di kalangan  istana. Perabot rumah tangga mulai digunakan di kalangan istana karena  pada masa itu Sultan tidak dapat menerima perbedaan yang kontras antara  dirinya dengan orang-orang Eropa. Orang Eropa duduk di tempat yang  tinggi, seperti kursi atau sofa sedangkan dirinya duduk di lantai atau  tikar. Akhirnya Sultanpun mulai menggunakan kursi, terutama di tempat  kegiatan, serta saat Sultan dan pegawai belanda muncul bersamaan.  Perabot rumah tangga asli didatangkan kalangan istana dan orang-orang  Eropa serta dipakai sebagai lambang kebesaran. Pola-pola hiasnya  kemudian ditiru oleh para perajin lokal. Hingga sekarang rumah-rumah dan  perabotan orang Indonesia banyak mengandung unsur arsitektur yang  mencerminkan kebesaran pemerintah Belanda.
Selain kursi, perabot rumah tangga yang lain banyak  juga yang disertai hiasan dengan motif gaya Eropa.
5. Batik
Seperti halnya kesenian wayang, batik telah menjadi  bagian dari kekayaan seni rupa tradisional di Nusantara, jauh sebelum  masuknya Islam. Mitos awal tentang batik sudah ada sejak  sekitar taun 700 Masehi. Mitos tersebut bercerita tentang istri Pangeran  Jenggala, Lembu Ami Luhur. Dia seorang putrid dari Coromandel. Ia  mengajari orang Jawa menenun, membatik dan mewarnai kain. Sejak itu kain  batik dengan berbagai motif tertentu menjadi bagian dari identitas  busana dan budaya raja, permaisuri dan keluarga istana pada masa  kerajaan Hindu. Namun catatan tertulis tentang batik baru muncul pada  tahun 1518, di wilayah Galuh di wilayah Barat laut Jawa.
Pada masa Islam batik terus berkembang, terutama  dalam kekayaan motif dan arti perlambangannya. Pada masa Islam motif  animisme dan Hinduisme yang muncul pada masa kerajaan Hindu diperkaya  dengan motif Kaligrafi Arab, Masjid, Kakbah dan permadani. Di  samping itu motif Cina sangat kental pada motif batik. Dalam sebuah  cerita disebutkan bahwa Sultan Agung, Raja Islam pertam Mataram  (1613-1645) memakai batik dengan motif burung Huk. Dalam mitologi Cina,  burung Huk melambangkan keberuntungan.
Pada masa Islam dan masa sebelumnya, tradisi batik  memang cenderung menjadi bagian dari tradisi istana. Namun dalam  perkembangannya, ketika nilai-nilai keistanaan meluntur, nilai-nilai  batik menjadi memasyarakat. Batikpun dibuat dan dipakai oleh banyak  kalangan. Hasanuddin dalam bukunya yang berjudul Batik Pesisiran menyebutkan  bahwa kegiatan membatik didasarkan pada lima motivasi dasar, yaitu:
a. Membatik  sebagai kegiatan sambilan wong cilik.
b. Kegiatan  membatik sebagai komoditas.
c. Membatik  sebagai tradisi kalangan bangsawan.
d. Kegiatan  membatik sebagau usaha dagang orang Cina dan Indo-Belanda yang ragam  hias dan fungsinya diperuntukan bagi kalangan terbatas.
e. Membatik  sebagai kebutuhan seni atau desain dengan konsep kontemporer.
6. Ragam  Hias / Pola Wastra
Pada abad ke 18 dan 19, perdagangan batik di  Indonesia berkembang pesat. Oleh karena kepesatan tersebut mulailah  orang-orang Cina terjun sebagai pedagang batik dalam skala kecil maupun  besar. Selain terjun sebagai pengusaha, orang-orang Cina mulai merintis  dan membuka peruahaan batik sendiri. Para pekerjanya adalah warga  pribumi dengan disiplin kerja yang ketat. Oleh sebab itu mutu batiknya  cukup baik
Batik produksi pengusaha Cina cenderung menggunakan  warna terang dan beraneka ragam. Pewarna yang digunakan adalah  indigosol yang cukup tahan gosokan dan sinar matahari. Ragam  hias yang batik yang paling popular adalah burung funiks yang  berekor panjang, meander dan swastika. Ragam hias model ini banyak  dipakai pada selendang lokcan berbahan sutera.
Perkembangan ragam hias batik Cina dipengaruhi oleh  faktor lingkungan dan selera konsumen. Di daerah Lasem misalnya, ragam  hias batik Cina lebih rumit dan datar. Warna yang digunakan antara lain  merah, biru, ungu, kuning, dan cokelat. Dalam proses perkembangannya  susunan corak, ragam hias, dan warna batik Cina dan pribumi saling  mempengaruhi dan melengkapi. Batik yang dibuat di daerah Pantai Utara  Laut Jawa menggunakan corak terang, serta memadukan lukisan burung dan  bunga. Hal itu jelas menandakan adanya pengaruh Cina. Batik Cirebon juga  dikenal karena penggunaan pola ragam hias Cina, yaitu awan dan batu.  Pengaruh Cina juga terdapat pada sarung songket yang berbenang emas dari  Bali dan Sumatera serta kain perada Bali.