Tampilkan postingan dengan label AGAMA ISLAM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AGAMA ISLAM. Tampilkan semua postingan

Minggu, 27 Maret 2011

agama islam

BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

I. DEFINISI

Secara bahasa, كتب adalah bentuk jamak dari كتا ب . Sedangkan kitab adalah mashdar yang digunakan untuk menyatakan sesuatu yang ditulisi didalamnya. Ia pada awalnya adalah nama shahifah (lembaran) bersama tulisan yang ada di dalamnya.

Sedangkan menurut syariat, كتب adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada rasul-rasul-Nya agar mereka menyampaikannya kepada manusia dan yang membacanya bernilai ibadah.

II. BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB

Beriman kepada kitab-kitab Allah adalah salah satu rukun iman. Maksudnya yaitu membenarkan dengan penuh keyakinan bahwa Allah s.w.t. mempunyai kitab-kitab yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya dengan kebenaran yang nyata dan petunjuk yang jelas. Dan bahwasanya ia adalah kalam Allah yang Ia firmankan dengan sebenarnya, seperti apa yang Ia kehendaki dan menurut apa yang Ia ingini.

Allah berfirman,

“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Ia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya “(An-Nahl: 2)

Iman kepada-Nya adalah wajib, secara ijmal (global) dalam hal yang diijmalkan dan secara tafshil (rinci) dalam hal yang dirincikan.

Dalil-dalil atas Kewajiban Beriman Kepada Kitab-kitab:

Pertama: Dalil-dalil beriman kepadanya secara umum

1 - Firman Allah dalam surat al-Baqarah,

Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’kub dan anak cucunya, dan apa yang telah diberikan kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dan Rabbnya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 136).

Segi istidlalnya adalah: Allah s.w.t. memerintahkan orang-orang mukmin agar beriman kepada-Nya dan kepada apa yang telah Ia turunkan kepada mereka melalui nabi mereka, Muhammad yaitu al-Qur’an, dan agar beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada para nabi dan Tuhan mereka tanpa membedabedakan antara satu dengan yang lain, karena tunduk kepada Allah serta membenarkan apa yang diberitakan-Nya.

2 - Firman Allah dalam ayat lainnya,

“Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dan Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dan rasul-rasulNya,’ dan mereka mengatakan, ‘Ainpunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali’.” (A1-Baqarah: 285).

Ayat ini menjelaskan sifat iman Rasul dan iman para mukminin serta apa yang diperintahkan kepada mereka berupa iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan para rasul, tanpa membeda-bedakan. Sehingga kufur kepada sebagian bererti kufur kepada mereka semuanya.

3 - Firman Allah dalani surat an-Nisa,

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah tururkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepda Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan Hari Kemudian maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa’: 136).

Segi istidlalnya adalah Allah s.w.t. memerintahkan manusia agar beriman kepada-Nya, kepada Rasul-Nya, dan kepada kitab-Nya yang diturunkan kepada Rasulullah yakni al-Quran, juga kepada kitab-kitab yang diturunkan sebelum al-Qur’an. Kemudian Allah menyamakan kufur kepada malaikat, kitab-kitab, para rasul dan Hari Akhir dengan kufur kepada-Nya.

4 - Sabda Rasullullah dalam hadits Jibril tentan iman,

“Yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, Hari Akhir dan beriman kepad takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. al-Bukhari, 1/19- 20 dan Muslim, 11/37)

Maka Rasulullah menjadikan iman kepada kitab-kital Allah sebagai salah satu rukun iman.

Kedua: Wajib beriman kepada kitab-kitab secara rinci

Kita wajib mengimani secara rinci kitab-kitab yang sudal dise-butkan namanya oleh Allah, yakni al-Qur’an dan kitabkitab yang lain yaitu:

a. Shuhuf lbrahim dan Musa a.s.. Allah berfirman,

“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji?” (An-Najm: 36-37).

“Sesungguhnya mi benar-benar terdapat dalam shuhuf (lembaran- lemba ran) yang dahulu, (yaitu) shuhuf Ibrahim dan Musa.” (AlAla: 18-19).

b. Taurat, yaitu kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa

Allah berfirman,

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat yang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi) “(Al-Maidah: 44)

“Allah, tidak ada sembahan yang haq melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri. Dia menurunkan al-K itab (al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, sebelum (al-Qur’an), menjadikan petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan al-Furqan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).” (Ali Imran: 2-4).

c. Zabur, yaitu kitab yang Allah turunkan kepada Nabi Daud a.s. Allah berfirman,

“...dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (An-Nisa: 163)

d. Injil, yaitu kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s. Allah berfirman,

“Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Irail) dengan ‘Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, iaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, iaitu kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Maidah: 46).

Beriman kepada kitab-kitab yang telah Allah sebutkan di dalam al-Quran adalah wajib. Yakni beriman bahwa masing-masing adalah kitab Allah yang di dalamnya terdapat nur dan hidayah yang Dia turunkan kepada para rasul yang telah Dia sebutkan. Semuanya, sebagaimana al-Qur’an mengajak kepada pengesaan Allah dalam ibadah. Semua kitab itu sama dalam hal ushul sekalipun berlainan dalam syariatnya.

Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu “(An-Nahl: 36)

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami mewahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada Sesembahan yang haq melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekelian akan Aku’.” (al-Anbiya’: 25)

Al-Quran menjelaskan bahwa semua rasul mengajak kaumnya kepada tauhid. Allah menceritakan kepada kita ucapan mereka,

“...sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada sesembahan yang haq bagimu selain dari-Nya.” (Al-Araf: 65, 73, 85)

Rasulullah s.a.w. bersabda,

“Para nabi itu adalah saudara se-ayah, ibu mereka berlainan, tetapi din mereka adalah satu.” (HR. Muslim, IV/1837).

Ketiga: Kitab-kitab yang ada pada ahli kitab

Sesungguhnya apa yang ada di tangan ahli kitab yang mereka namakan sebagai kitab Taurat dan Injil dapat dipastikan bahwa ia termasuk hal-hal yang tidak benar penisbatannya kepada para nabi Allah. Maka tidak boleh dikatakan bahawa Taurat yang ada sekarang adalah Taurat yang dahulu diturunkan kepada Nabi Musa Juga Injil yang ada sekarang bukanlah Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa. Jadi, keduanya bukanlah kedua kitab yang kita diperintahkan untuk mengimaninya secara rinci. Dan tidak benar mengimani sesuatu yang ada dalam keduanya sebagai kalam Allah, kecuali yang ada dalam al-Quran lalu dinisbatkan kepada keduanya.

Kedua kitab tersebut telah dinasakh (dicabut masa berlakunya) dan diganti oleh al-Quran. Allah menyebutkan terjadinya pengubahan dan pemalsuan terhadap keduanya di lebih dan satu tempat dalam al-Quran.

Allah berfirman,

“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (Al-Baqarah: 75).

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya. Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dan tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dan apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Dan di antara orang-orang yang mengatakan, Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani, ada yang telah Kami ambil perjanjian mereka, tetapi (mereka) sengaja melupakan sebahagian dari apa yang mereka telah diberikan peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai Hari Kiamat. Dan kelak Allah akan memberikan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan. Hai ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya.” (Al-Maidah: 13-15).

Di antara bentuk pengubahan yang dilakukan ahli kitab alah penisbatan anak kepada Allah. Mahasuci Allah dan yang demikian, mereka mengatakan,

“Orang-orang Yahudi berkata, ‘Uzair itu putera Allah’ dan orang-orang Nasrani berkata, ‘Al-Masih itu putera Allah.’ Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (At-Taubah: 30).

Begitu pula permusuhanan orang-orang Nasrani terhadap Nabi serta perkataan mereka bahwa Allah adalah salah satu oknum dari tiga unsur (atau yang lebih dikenal dengan kepercayaan/i’tiqad ‘trinitas’, pent.)

Allah berfirman,

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, Sesungguhnya Allah ialah ‘al-Masih putera Maryam’, padahal al-Masih (sendiri) berkata, ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.’ Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Syurga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada sesembahan selain dari Allah Yang Maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Al-Maidah 72-73).

Allah menjelaskan bahwa mereka telah mengubah firman-Nya. Mereka melalaikan peringatan-peringatan Allah serta menisbatkan kepada-Nya apa yang Allah Mahasuci dan bersih danpadanya. Mereka menuhankan yang lain-Nya bersama-Nya, dan berbagai hal lain yang mereka susupkan ke dalam kitab-kitab mereka. Dengan demikian tidak sah dan tidak benar penisbatan kitab-kitab ini kepada Allah.

Di samping itu ada beberapa hal yang lebih menguatkan ketidak-benaran penisbatan ini kepada Allah di samping apa yang dinyatakan dalam al-Qur’an iaitu antara lain:

a. Sesungguhnya apa yang ada di tangan ahli kitab yang mereka yakini sebagai kitab suci adalah bukan naskah (nuskhah) yang ash, akan tetapi teiemahannya.

b. Bahwa kitab-kitab itu telah dicampuni dengan perkataan para ahli tafsir (mufassir) dan para ahli sejarah (muarrikh), juga orang-orang yang mengambil kesimpulan hukum dari sejenisnya.

c. Tidak benar penisbatannya kepada rasul, karena tidak mempunyai sanad yang dapat dipercaya (dipertanggungjawabkan). Taurat ditulis sesudah Nabi Musa berselang beberapa abad. Adapun Injil-injil yang ada, semuanya dinisbatkan kepada pengarang atau penulisnya, lagi pula telah dipilih dari Injil-injil yang bermacam-macam.

d. Kepelbagaian naskah serta kontradiksi yang ada di dalamnya menunjukkan secara yakin atas perubahan dan pemalsuannya.

e. Injil-injil itu berisi akidah-akidah yang rusak dalam menggambarkan Sang Pencipta dan menyifati-Nya dengan sifat-sifat kekurangan. Begitu pula menyifati para nabi dengan sifat-sifat kotor. Karena itu orang Islam wajib meyakini bahwa kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bukanlah kitab yang diturunkan Allah kepada rasul-Nya, bahkan kitab-kitab itu adalah karangan mereka sendiri. Maka kita tidak membenarkan sesuatu darinya kecuali apa yang dibenarkan oleh al-Quran yang mulia dan as-Sunnah yang disucikan. Dan kita mendustakan apa yang didustakan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Kita tidak berkomentar tentang sesuatu yang tidak dibenarkan atau didustakan oleh al-Quran, karena ia mengandungi kemungkinan benar atau dusta. Wallahu a’lam!

Keempat: Al-Qur’anul Karim

A) Definisi al-Qur’an

Al-Quran menurut bahasa adalah bentuk masdar, seperti al-qira’ah. Anda mengungkapkan,

قرأت الكتب قراءة وقرانا
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Al-Qiyamah: 17)

Qur‘anahu maksudnya adalah qira ‘atahu. Kemudian masdar mi dinukil dan dijadikan sebagai nama atau sebutan bagi kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad , dan menjadi nama yang baku baginya.

Disebut al-Quran karena ia mencakup inti (buah), kitab-kitab Allah kesemuanya, sebagaimana firman Allah,

“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an). Untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl: 89)

Sedangkan menurut istilah al-Quran itu adalah Kalam Allah yang mu‘jiz (yang melemahkan dan menundukkan orang-orang yang menentangnya) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad, dalam bentuk wahyu, yang ditulis di dalam mushhaf dan dihafal di dalam dada, yang dibaca dengan lisan dan didengar oleh telinga, yang dinukil kepada kita secara mutawatir, tanpa ada keraguan, dan membacanya dinilai ibadah.

B) Al-Quran Adalah Kalam Allah
Madzhab umat terdahulu dan ulama salaf mengatakan, ‘Sesungguhnya al-Quran adalah Kalam Allah dengan lafazh dan maknanya, diturunkan dan ia bukan makhluk, didengar oleh Jibril daripada-Nya kemudian ia menyampaikannya kepada Nabi Muhammad, lalu Nabi Muhammad s.a.w. menyampaikannya kepada para sahabathya. Dialah yang kita baca dengan lisan kita, yang kita tulis dalam mushaf kita, dan kita hafal dalam dada kita serta kita dengar dengan telinga kita. Karana firman Allah,

“Dan jika seseorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah (At-Taubah: 6)

Dan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan lainnya dan Ibnu Umar,

“Bahwasanya Rasulullah melarang membawa al-Qur’an ke negeri musuh.” (HR. al-Bukhari, IV/68 dan Muslim,III/ 1490- 1491).

Juga kerana hadits Rasulullah,

“Hiasilah olehmu al-Qur’an itu dengan suara-suaramu!” (HR. Ahmad, IV/283; dan lihat Shahih al-Bukhari, IX/193)

Di dalam ayat yang mulia tersebut Allah s.w.t. menyebutkan atau menamakan apa yang didengar yaitu apa yang dibacakan di hadapan orang-orang musyrik oleh Rasulullah sebagai “Kalamullah”.

Dalam hadits pertama baginda Nabi menyebut apa yang ditulis itu adalah al-Quran.

Sebagaimana Allah juga telah berfirman tentang al-Qur’an,

“Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh).” (Al-Waqi’ah: 77- 78)

Kemudian dalam hadits kedua Rasulullah menamakan apa yang dibaca sebagai al-Qur’an.

Adapun dalil-dalil tentang keberadaannya diturunkan oleh Allah dan bukan oleh makhluk adalah banyak sekali, seperti firman Allah,

“Dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Am in (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (Asy-Syu’ara’: 193-195).

“Haa Miim. Diturunkan Kitab ini (al-Qur’an) dan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.” (A1-Mu’min/Ghafir: 1-2).

Dalam ayat-ayat tersebut terdapat nash serta pernyataan yang jelas bahwa al-Quran itu diturunkan dari sisi Allah s.a.t.. Tidak sah perkataan bahwa al-Quran dan kitab-kitab Allah yang lain itu adalah makhluk, kerana kitab-kitab itu adalah Kalam Allah, sedangkan Kalam Allah adalah sifat-Nya, dan sifat-Nya bukan makhluk.

Iman kepada segenap apa yang kita paparkan di atas tentang ai-Quran adalah wajib. Sebagaimana wajibnya mengimani bahwa ía adalah kitab yang paling diturunkan dari sisi Allah, yang datang untuk membenarkan dan mendukung kebenaran yang telah datang dalam kitab-kitab Allah terdahulu, juga untuk menjelaskan pengubahan dan pemalsuan yang terjadi padanya. Sebagaimana firman Allah,

“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.” (A1-Maidah: 48)

Dan ia datang dengan syariat yang universal, umum berlaku untuk setiap zaman dan tempat, menghapus syariat-syariat sebelumnya, dan ia wajib diikuti oleh setiap orang yang mendengar khabarnya sampai Hari Kiamat. Allah tidak menerimanya dan siapa pun selainnya setelah ia diturunkan, sebagai disabdakan oleh baginda Rasul,

“Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, tidak seorang pun dari umat (manusia) ini yang mendengar tentang aku, seorang Yahudi mahupun Nasrani, kemudian ia mati dan tidak beriman kepada ajaran yang aku bawa, melainkan ia adalah termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim, 1/134)

Hadits ini sangat jelas pernyataannya bahawa syariat Nabi Muhammad, adalah menghapus syariat-syariat sebelumnya.

C. Pemeliharaan Allah terhadap al-Qur’an

Al-Quran yang diturunkan kepada penutup para nabi adalah Kitab Allah yang paling akhir diturunkan kepada manusia. Ia menghapus berlakunya syariat-syariat sebelumnya.

Karena itu ia datang dengan lengkap, mencakup semua yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan dunia hingga Hari Kiamat, serta membawa mereka ke taman kebahagiaan di akhirat, manakala mereka mengikuti ajaran-ajarannya dan berjalan di atas manhajnya.

Allah menjamin memeliharanya agar boleh menjadi hujjah atas umat manusia. Allah berfirman,

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9).

“Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari al-Qur’an ketika al-Qur’an itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan Celaka), dan sesungguhnya al-Qur’an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan mahu pun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.” (Fushshilat: 41-42).

Dan kesempurnaan pemeliharaan al-Quran mengharuskan pemeliharaan tafsirnya, iaitu Sunnah Rasul s.a.w.

Jadi al-Quran yang ada di tangan kita sekarang adalah al-Quran yang diturunkan kepada Rasul kita Muhammad dengan keseluruhan dan rinciannya, tidak dinodai oleh tangan-tangan jahil dan tidak akan tersentuh olehnya, bahkan akan tetap (tidak berubah) sebagaimana saat ia diturunkan sampai diangkat di akhir zaman nanti, di dalamnya terdapat penjelasan atas hidayah dan nur, sumber rujukan manusia dalam akidah dan syariatnya. Dan nash-nashnya mereka beristinbat (menentukan kesimpulan hukum) untuk menentukan hukum bagi segala yang mereka temui dalam kehidupannya. Dialah kata akhir (kata pemutus), dia adalah hablullah (tali Allah) yang kuat, dzikrullah yang penuh hikmah dan jalan-Nya yang lurus. Dengannya hawa nafsu tidak akan tersesat dan dengannya pula lisan tidak akan terpeleset/menyimpang.

Rasulullah telah menjelaskan al-Quran ini kepada manusia dengan sabda-sabdanya, perbuatan dan ketetapannya. Allah berfirman,

“Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44).

D. Menentang dengan al-Quran

Allah telah menjadikan banyak bukti kebenaran para nabi sesuai dengan apa yang terkenal di kalangan kaumnya. Oleh karena tersohornya sihir dalam masyarakat Mesir pada zaman Firaun, maka datanglah Nabi Musa dengan mukjizat yang boleh mengubah tongkat menjadi seekor ular besar dan mengeluarkan dari tangannya sinar putih mengkilau setelah ia memasukkannya ke saku bajunya.

Kemudian datang Nabi Isa dengan mukjizat menghidupkan orang-orang yang sudah mati, menyembuhkan kebutaan dan kulit belang-belang (sopak); karena umatnya sangat mengagungkan ilmu ketabiban/perubatan. Hal ini sangat menepati dalam membuktikan kebenaran orang yang mendakwakan (dinnya sebagai nabi atau tuhan), karena umat sudah mengetahui bukti atau dalil yang sejenis.

Sedangkan Rasulullah s.a.w., penutup para nabi, diutus di tengah-tengah umat yang sangat mencurahkan perhatiannya di bidang sastera, maka sangatlah tepat kedatangan beliau dengan membawa kitab suci ini, kerana ia merupakan satu jenis dengan keahlian mereka. Al-Qur’an adalah Bahasa Arab yang nyata. Lebih dari itu, ia adalah puncak dalam kefasihan dan balaghah, bahkan berada jauh di atas kemampuan mereka semua. Sehingga mereka meyakini ia bukanlah bikinan manusia, karena ia di luar jangkauan mereka. Di samping itu, al-Quran mempunyai pengaruh luar biasa dalam jiwa mereka ketika mendengarnya. Akan tetapi, karena kebatilan sudah mendarah daging dalam tubuh mereka membuat mereka bersikeras untuk tidak mendengarnya serta melarang Rasulullah, membacanya di hadapan orang banyak dalam perkumpulan-perkumpulan dan acara-acara resmi. Seperti yang diceritakan Allah dalam surat Fushshilat,

“Dan orang-orang yang kafir berkata, ‘Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka).” (Fushshilat: 26)

Orang kafir Quraisy telah berbuat salah besar ketika mengatakan, al-Qur’an itu bukanlah dari Allah. Maka Allah menentang mereka agar mendatangkan semisal al-Qur’an dan Dia menyatakan bahawa mereka tidak akan mampu untuk itu, dan tentangan ini berlaku untuk mereka yang beranggapan seperti itu, baik manusia mahupun jin, sampai Hari Kiamat.

Allah berfirman,

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur’an ini, nescaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan ia, sekalipun mereka menjadi pembantu bagi sebahagian yang lain.” (Al-Isra’: 88)

Kemudian Allah menurunkan lagi (mengurangi) tantangan itu dengan menentang mereka agar mendatangkan sepuluh surat saja seperti surat-surat al-Qur’an, jika memang benar al-Qur’an itu seperti yang mereka tuduhkan. Allah berfirman,

“Bahkan mereka mengatakan, ‘Muhammad telah membuat-buat al-Qur’an itu’. Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang benar-benar orang yang benar.” (Hud: 13)

Kemudian Allah menurunkan kembali tantangannya dan meminta agar mereka mendatangkan satu surat saja jika memang benar bahwa al-Qur’an itu buatan manusia. Allah benfirman,

“Dan (patutkah) mereka mengatakan, ‘Muhammad membuat-buatnya.’ Katakanlah, ‘(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cubalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar’.” (Yunus: 38)

Lalu Allah mengulangi cabaran ini bagi siapa saja yang meragukan kebenaran al-Qur’an agar ia membuat satu surat saja, dan Allah meyakinkan lagi bahwa mereka tidak akan mampu, Allah berfirman,

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak dapat membuat(nya), maka peliharalah dirimu dan Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (A1-Baqarah: 23-24).

Termasuk dalam tantangan di atas iaitu agar mereka membuat satu surat terpendek, dari surat yang terpendek dalam alQur’an adalah terdiri dari tiga ayat. Ini benar-benar amat jitu dalam mematahkan tuduhan mereka. Allah berfirman,

“Tidaklah mungkin al-Qur’an ini dibuat oleh selain Allah...” (Yunus: 37).

Itu semua dikeranakan kafasihan dan balaghah al-Qur’an yang di luar kemampuan makhluk untuk mendatangkan yang semisalnya. Maka dia adalah mukjizat yang kekal abadi, melemahkan orang-orang yang memiliki puncak kefasihan dan balaghah. Lalu bagaimana lagi dengan orang-orang yang berada di bawah kemampuan mereka.

Di samping itu, al-Qur’an juga memuat bukti-bukti yang banyak sekali yang sulit dihitung selain mukjizat tentangan tersebut. Di antaranya, kandungan al-Quran yang berisi khabar-khabar ghaib, baik yang sudah lepas mahupun yang akan datang, hukum-hukum yang praktiknya akan mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, menjadikan manusia merenungkan alam (semesta) dan segala isinya, juga merenungkan dirinya berikut penciptaannya yang semuanya itu berasal dari Dzat Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui, tidak ada yang samar dari-Nya. Dia Maha kuasa atas segala sesuatu, dan di Tangan-Nya lah segala kebaikan, Dialah Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui.

agama islam

BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

I. DEFINISI

Secara bahasa, كتب adalah bentuk jamak dari كتا ب . Sedangkan kitab adalah mashdar yang digunakan untuk menyatakan sesuatu yang ditulisi didalamnya. Ia pada awalnya adalah nama shahifah (lembaran) bersama tulisan yang ada di dalamnya.

Sedangkan menurut syariat, كتب adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada rasul-rasul-Nya agar mereka menyampaikannya kepada manusia dan yang membacanya bernilai ibadah.

II. BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB

Beriman kepada kitab-kitab Allah adalah salah satu rukun iman. Maksudnya yaitu membenarkan dengan penuh keyakinan bahwa Allah s.w.t. mempunyai kitab-kitab yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya dengan kebenaran yang nyata dan petunjuk yang jelas. Dan bahwasanya ia adalah kalam Allah yang Ia firmankan dengan sebenarnya, seperti apa yang Ia kehendaki dan menurut apa yang Ia ingini.

Allah berfirman,

“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Ia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya “(An-Nahl: 2)

Iman kepada-Nya adalah wajib, secara ijmal (global) dalam hal yang diijmalkan dan secara tafshil (rinci) dalam hal yang dirincikan.

Dalil-dalil atas Kewajiban Beriman Kepada Kitab-kitab:

Pertama: Dalil-dalil beriman kepadanya secara umum

1 - Firman Allah dalam surat al-Baqarah,

Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’kub dan anak cucunya, dan apa yang telah diberikan kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dan Rabbnya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 136).

Segi istidlalnya adalah: Allah s.w.t. memerintahkan orang-orang mukmin agar beriman kepada-Nya dan kepada apa yang telah Ia turunkan kepada mereka melalui nabi mereka, Muhammad yaitu al-Qur’an, dan agar beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada para nabi dan Tuhan mereka tanpa membedabedakan antara satu dengan yang lain, karena tunduk kepada Allah serta membenarkan apa yang diberitakan-Nya.

2 - Firman Allah dalam ayat lainnya,

“Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dan Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dan rasul-rasulNya,’ dan mereka mengatakan, ‘Ainpunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali’.” (A1-Baqarah: 285).

Ayat ini menjelaskan sifat iman Rasul dan iman para mukminin serta apa yang diperintahkan kepada mereka berupa iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan para rasul, tanpa membeda-bedakan. Sehingga kufur kepada sebagian bererti kufur kepada mereka semuanya.

3 - Firman Allah dalani surat an-Nisa,

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah tururkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepda Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan Hari Kemudian maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa’: 136).

Segi istidlalnya adalah Allah s.w.t. memerintahkan manusia agar beriman kepada-Nya, kepada Rasul-Nya, dan kepada kitab-Nya yang diturunkan kepada Rasulullah yakni al-Quran, juga kepada kitab-kitab yang diturunkan sebelum al-Qur’an. Kemudian Allah menyamakan kufur kepada malaikat, kitab-kitab, para rasul dan Hari Akhir dengan kufur kepada-Nya.

4 - Sabda Rasullullah dalam hadits Jibril tentan iman,

“Yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, Hari Akhir dan beriman kepad takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. al-Bukhari, 1/19- 20 dan Muslim, 11/37)

Maka Rasulullah menjadikan iman kepada kitab-kital Allah sebagai salah satu rukun iman.

Kedua: Wajib beriman kepada kitab-kitab secara rinci

Kita wajib mengimani secara rinci kitab-kitab yang sudal dise-butkan namanya oleh Allah, yakni al-Qur’an dan kitabkitab yang lain yaitu:

a. Shuhuf lbrahim dan Musa a.s.. Allah berfirman,

“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji?” (An-Najm: 36-37).

“Sesungguhnya mi benar-benar terdapat dalam shuhuf (lembaran- lemba ran) yang dahulu, (yaitu) shuhuf Ibrahim dan Musa.” (AlAla: 18-19).

b. Taurat, yaitu kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa

Allah berfirman,

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat yang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi) “(Al-Maidah: 44)

“Allah, tidak ada sembahan yang haq melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri. Dia menurunkan al-K itab (al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, sebelum (al-Qur’an), menjadikan petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan al-Furqan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).” (Ali Imran: 2-4).

c. Zabur, yaitu kitab yang Allah turunkan kepada Nabi Daud a.s. Allah berfirman,

“...dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (An-Nisa: 163)

d. Injil, yaitu kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s. Allah berfirman,

“Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Irail) dengan ‘Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, iaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, iaitu kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Maidah: 46).

Beriman kepada kitab-kitab yang telah Allah sebutkan di dalam al-Quran adalah wajib. Yakni beriman bahwa masing-masing adalah kitab Allah yang di dalamnya terdapat nur dan hidayah yang Dia turunkan kepada para rasul yang telah Dia sebutkan. Semuanya, sebagaimana al-Qur’an mengajak kepada pengesaan Allah dalam ibadah. Semua kitab itu sama dalam hal ushul sekalipun berlainan dalam syariatnya.

Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu “(An-Nahl: 36)

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami mewahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada Sesembahan yang haq melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekelian akan Aku’.” (al-Anbiya’: 25)

Al-Quran menjelaskan bahwa semua rasul mengajak kaumnya kepada tauhid. Allah menceritakan kepada kita ucapan mereka,

“...sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada sesembahan yang haq bagimu selain dari-Nya.” (Al-Araf: 65, 73, 85)

Rasulullah s.a.w. bersabda,

“Para nabi itu adalah saudara se-ayah, ibu mereka berlainan, tetapi din mereka adalah satu.” (HR. Muslim, IV/1837).

Ketiga: Kitab-kitab yang ada pada ahli kitab

Sesungguhnya apa yang ada di tangan ahli kitab yang mereka namakan sebagai kitab Taurat dan Injil dapat dipastikan bahwa ia termasuk hal-hal yang tidak benar penisbatannya kepada para nabi Allah. Maka tidak boleh dikatakan bahawa Taurat yang ada sekarang adalah Taurat yang dahulu diturunkan kepada Nabi Musa Juga Injil yang ada sekarang bukanlah Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa. Jadi, keduanya bukanlah kedua kitab yang kita diperintahkan untuk mengimaninya secara rinci. Dan tidak benar mengimani sesuatu yang ada dalam keduanya sebagai kalam Allah, kecuali yang ada dalam al-Quran lalu dinisbatkan kepada keduanya.

Kedua kitab tersebut telah dinasakh (dicabut masa berlakunya) dan diganti oleh al-Quran. Allah menyebutkan terjadinya pengubahan dan pemalsuan terhadap keduanya di lebih dan satu tempat dalam al-Quran.

Allah berfirman,

“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (Al-Baqarah: 75).

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya. Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dan tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dan apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Dan di antara orang-orang yang mengatakan, Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani, ada yang telah Kami ambil perjanjian mereka, tetapi (mereka) sengaja melupakan sebahagian dari apa yang mereka telah diberikan peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai Hari Kiamat. Dan kelak Allah akan memberikan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan. Hai ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya.” (Al-Maidah: 13-15).

Di antara bentuk pengubahan yang dilakukan ahli kitab alah penisbatan anak kepada Allah. Mahasuci Allah dan yang demikian, mereka mengatakan,

“Orang-orang Yahudi berkata, ‘Uzair itu putera Allah’ dan orang-orang Nasrani berkata, ‘Al-Masih itu putera Allah.’ Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (At-Taubah: 30).

Begitu pula permusuhanan orang-orang Nasrani terhadap Nabi serta perkataan mereka bahwa Allah adalah salah satu oknum dari tiga unsur (atau yang lebih dikenal dengan kepercayaan/i’tiqad ‘trinitas’, pent.)

Allah berfirman,

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, Sesungguhnya Allah ialah ‘al-Masih putera Maryam’, padahal al-Masih (sendiri) berkata, ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.’ Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Syurga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada sesembahan selain dari Allah Yang Maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Al-Maidah 72-73).

Allah menjelaskan bahwa mereka telah mengubah firman-Nya. Mereka melalaikan peringatan-peringatan Allah serta menisbatkan kepada-Nya apa yang Allah Mahasuci dan bersih danpadanya. Mereka menuhankan yang lain-Nya bersama-Nya, dan berbagai hal lain yang mereka susupkan ke dalam kitab-kitab mereka. Dengan demikian tidak sah dan tidak benar penisbatan kitab-kitab ini kepada Allah.

Di samping itu ada beberapa hal yang lebih menguatkan ketidak-benaran penisbatan ini kepada Allah di samping apa yang dinyatakan dalam al-Qur’an iaitu antara lain:

a. Sesungguhnya apa yang ada di tangan ahli kitab yang mereka yakini sebagai kitab suci adalah bukan naskah (nuskhah) yang ash, akan tetapi teiemahannya.

b. Bahwa kitab-kitab itu telah dicampuni dengan perkataan para ahli tafsir (mufassir) dan para ahli sejarah (muarrikh), juga orang-orang yang mengambil kesimpulan hukum dari sejenisnya.

c. Tidak benar penisbatannya kepada rasul, karena tidak mempunyai sanad yang dapat dipercaya (dipertanggungjawabkan). Taurat ditulis sesudah Nabi Musa berselang beberapa abad. Adapun Injil-injil yang ada, semuanya dinisbatkan kepada pengarang atau penulisnya, lagi pula telah dipilih dari Injil-injil yang bermacam-macam.

d. Kepelbagaian naskah serta kontradiksi yang ada di dalamnya menunjukkan secara yakin atas perubahan dan pemalsuannya.

e. Injil-injil itu berisi akidah-akidah yang rusak dalam menggambarkan Sang Pencipta dan menyifati-Nya dengan sifat-sifat kekurangan. Begitu pula menyifati para nabi dengan sifat-sifat kotor. Karena itu orang Islam wajib meyakini bahwa kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bukanlah kitab yang diturunkan Allah kepada rasul-Nya, bahkan kitab-kitab itu adalah karangan mereka sendiri. Maka kita tidak membenarkan sesuatu darinya kecuali apa yang dibenarkan oleh al-Quran yang mulia dan as-Sunnah yang disucikan. Dan kita mendustakan apa yang didustakan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Kita tidak berkomentar tentang sesuatu yang tidak dibenarkan atau didustakan oleh al-Quran, karena ia mengandungi kemungkinan benar atau dusta. Wallahu a’lam!

Keempat: Al-Qur’anul Karim

A) Definisi al-Qur’an

Al-Quran menurut bahasa adalah bentuk masdar, seperti al-qira’ah. Anda mengungkapkan,

قرأت الكتب قراءة وقرانا
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Al-Qiyamah: 17)

Qur‘anahu maksudnya adalah qira ‘atahu. Kemudian masdar mi dinukil dan dijadikan sebagai nama atau sebutan bagi kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad , dan menjadi nama yang baku baginya.

Disebut al-Quran karena ia mencakup inti (buah), kitab-kitab Allah kesemuanya, sebagaimana firman Allah,

“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an). Untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl: 89)

Sedangkan menurut istilah al-Quran itu adalah Kalam Allah yang mu‘jiz (yang melemahkan dan menundukkan orang-orang yang menentangnya) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad, dalam bentuk wahyu, yang ditulis di dalam mushhaf dan dihafal di dalam dada, yang dibaca dengan lisan dan didengar oleh telinga, yang dinukil kepada kita secara mutawatir, tanpa ada keraguan, dan membacanya dinilai ibadah.

B) Al-Quran Adalah Kalam Allah
Madzhab umat terdahulu dan ulama salaf mengatakan, ‘Sesungguhnya al-Quran adalah Kalam Allah dengan lafazh dan maknanya, diturunkan dan ia bukan makhluk, didengar oleh Jibril daripada-Nya kemudian ia menyampaikannya kepada Nabi Muhammad, lalu Nabi Muhammad s.a.w. menyampaikannya kepada para sahabathya. Dialah yang kita baca dengan lisan kita, yang kita tulis dalam mushaf kita, dan kita hafal dalam dada kita serta kita dengar dengan telinga kita. Karana firman Allah,

“Dan jika seseorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah (At-Taubah: 6)

Dan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan lainnya dan Ibnu Umar,

“Bahwasanya Rasulullah melarang membawa al-Qur’an ke negeri musuh.” (HR. al-Bukhari, IV/68 dan Muslim,III/ 1490- 1491).

Juga kerana hadits Rasulullah,

“Hiasilah olehmu al-Qur’an itu dengan suara-suaramu!” (HR. Ahmad, IV/283; dan lihat Shahih al-Bukhari, IX/193)

Di dalam ayat yang mulia tersebut Allah s.w.t. menyebutkan atau menamakan apa yang didengar yaitu apa yang dibacakan di hadapan orang-orang musyrik oleh Rasulullah sebagai “Kalamullah”.

Dalam hadits pertama baginda Nabi menyebut apa yang ditulis itu adalah al-Quran.

Sebagaimana Allah juga telah berfirman tentang al-Qur’an,

“Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh).” (Al-Waqi’ah: 77- 78)

Kemudian dalam hadits kedua Rasulullah menamakan apa yang dibaca sebagai al-Qur’an.

Adapun dalil-dalil tentang keberadaannya diturunkan oleh Allah dan bukan oleh makhluk adalah banyak sekali, seperti firman Allah,

“Dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Am in (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (Asy-Syu’ara’: 193-195).

“Haa Miim. Diturunkan Kitab ini (al-Qur’an) dan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.” (A1-Mu’min/Ghafir: 1-2).

Dalam ayat-ayat tersebut terdapat nash serta pernyataan yang jelas bahwa al-Quran itu diturunkan dari sisi Allah s.a.t.. Tidak sah perkataan bahwa al-Quran dan kitab-kitab Allah yang lain itu adalah makhluk, kerana kitab-kitab itu adalah Kalam Allah, sedangkan Kalam Allah adalah sifat-Nya, dan sifat-Nya bukan makhluk.

Iman kepada segenap apa yang kita paparkan di atas tentang ai-Quran adalah wajib. Sebagaimana wajibnya mengimani bahwa ía adalah kitab yang paling diturunkan dari sisi Allah, yang datang untuk membenarkan dan mendukung kebenaran yang telah datang dalam kitab-kitab Allah terdahulu, juga untuk menjelaskan pengubahan dan pemalsuan yang terjadi padanya. Sebagaimana firman Allah,

“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.” (A1-Maidah: 48)

Dan ia datang dengan syariat yang universal, umum berlaku untuk setiap zaman dan tempat, menghapus syariat-syariat sebelumnya, dan ia wajib diikuti oleh setiap orang yang mendengar khabarnya sampai Hari Kiamat. Allah tidak menerimanya dan siapa pun selainnya setelah ia diturunkan, sebagai disabdakan oleh baginda Rasul,

“Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, tidak seorang pun dari umat (manusia) ini yang mendengar tentang aku, seorang Yahudi mahupun Nasrani, kemudian ia mati dan tidak beriman kepada ajaran yang aku bawa, melainkan ia adalah termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim, 1/134)

Hadits ini sangat jelas pernyataannya bahawa syariat Nabi Muhammad, adalah menghapus syariat-syariat sebelumnya.

C. Pemeliharaan Allah terhadap al-Qur’an

Al-Quran yang diturunkan kepada penutup para nabi adalah Kitab Allah yang paling akhir diturunkan kepada manusia. Ia menghapus berlakunya syariat-syariat sebelumnya.

Karena itu ia datang dengan lengkap, mencakup semua yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan dunia hingga Hari Kiamat, serta membawa mereka ke taman kebahagiaan di akhirat, manakala mereka mengikuti ajaran-ajarannya dan berjalan di atas manhajnya.

Allah menjamin memeliharanya agar boleh menjadi hujjah atas umat manusia. Allah berfirman,

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9).

“Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari al-Qur’an ketika al-Qur’an itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan Celaka), dan sesungguhnya al-Qur’an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan mahu pun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.” (Fushshilat: 41-42).

Dan kesempurnaan pemeliharaan al-Quran mengharuskan pemeliharaan tafsirnya, iaitu Sunnah Rasul s.a.w.

Jadi al-Quran yang ada di tangan kita sekarang adalah al-Quran yang diturunkan kepada Rasul kita Muhammad dengan keseluruhan dan rinciannya, tidak dinodai oleh tangan-tangan jahil dan tidak akan tersentuh olehnya, bahkan akan tetap (tidak berubah) sebagaimana saat ia diturunkan sampai diangkat di akhir zaman nanti, di dalamnya terdapat penjelasan atas hidayah dan nur, sumber rujukan manusia dalam akidah dan syariatnya. Dan nash-nashnya mereka beristinbat (menentukan kesimpulan hukum) untuk menentukan hukum bagi segala yang mereka temui dalam kehidupannya. Dialah kata akhir (kata pemutus), dia adalah hablullah (tali Allah) yang kuat, dzikrullah yang penuh hikmah dan jalan-Nya yang lurus. Dengannya hawa nafsu tidak akan tersesat dan dengannya pula lisan tidak akan terpeleset/menyimpang.

Rasulullah telah menjelaskan al-Quran ini kepada manusia dengan sabda-sabdanya, perbuatan dan ketetapannya. Allah berfirman,

“Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44).

D. Menentang dengan al-Quran

Allah telah menjadikan banyak bukti kebenaran para nabi sesuai dengan apa yang terkenal di kalangan kaumnya. Oleh karena tersohornya sihir dalam masyarakat Mesir pada zaman Firaun, maka datanglah Nabi Musa dengan mukjizat yang boleh mengubah tongkat menjadi seekor ular besar dan mengeluarkan dari tangannya sinar putih mengkilau setelah ia memasukkannya ke saku bajunya.

Kemudian datang Nabi Isa dengan mukjizat menghidupkan orang-orang yang sudah mati, menyembuhkan kebutaan dan kulit belang-belang (sopak); karena umatnya sangat mengagungkan ilmu ketabiban/perubatan. Hal ini sangat menepati dalam membuktikan kebenaran orang yang mendakwakan (dinnya sebagai nabi atau tuhan), karena umat sudah mengetahui bukti atau dalil yang sejenis.

Sedangkan Rasulullah s.a.w., penutup para nabi, diutus di tengah-tengah umat yang sangat mencurahkan perhatiannya di bidang sastera, maka sangatlah tepat kedatangan beliau dengan membawa kitab suci ini, kerana ia merupakan satu jenis dengan keahlian mereka. Al-Qur’an adalah Bahasa Arab yang nyata. Lebih dari itu, ia adalah puncak dalam kefasihan dan balaghah, bahkan berada jauh di atas kemampuan mereka semua. Sehingga mereka meyakini ia bukanlah bikinan manusia, karena ia di luar jangkauan mereka. Di samping itu, al-Quran mempunyai pengaruh luar biasa dalam jiwa mereka ketika mendengarnya. Akan tetapi, karena kebatilan sudah mendarah daging dalam tubuh mereka membuat mereka bersikeras untuk tidak mendengarnya serta melarang Rasulullah, membacanya di hadapan orang banyak dalam perkumpulan-perkumpulan dan acara-acara resmi. Seperti yang diceritakan Allah dalam surat Fushshilat,

“Dan orang-orang yang kafir berkata, ‘Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka).” (Fushshilat: 26)

Orang kafir Quraisy telah berbuat salah besar ketika mengatakan, al-Qur’an itu bukanlah dari Allah. Maka Allah menentang mereka agar mendatangkan semisal al-Qur’an dan Dia menyatakan bahawa mereka tidak akan mampu untuk itu, dan tentangan ini berlaku untuk mereka yang beranggapan seperti itu, baik manusia mahupun jin, sampai Hari Kiamat.

Allah berfirman,

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur’an ini, nescaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan ia, sekalipun mereka menjadi pembantu bagi sebahagian yang lain.” (Al-Isra’: 88)

Kemudian Allah menurunkan lagi (mengurangi) tantangan itu dengan menentang mereka agar mendatangkan sepuluh surat saja seperti surat-surat al-Qur’an, jika memang benar al-Qur’an itu seperti yang mereka tuduhkan. Allah berfirman,

“Bahkan mereka mengatakan, ‘Muhammad telah membuat-buat al-Qur’an itu’. Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang benar-benar orang yang benar.” (Hud: 13)

Kemudian Allah menurunkan kembali tantangannya dan meminta agar mereka mendatangkan satu surat saja jika memang benar bahwa al-Qur’an itu buatan manusia. Allah benfirman,

“Dan (patutkah) mereka mengatakan, ‘Muhammad membuat-buatnya.’ Katakanlah, ‘(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cubalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar’.” (Yunus: 38)

Lalu Allah mengulangi cabaran ini bagi siapa saja yang meragukan kebenaran al-Qur’an agar ia membuat satu surat saja, dan Allah meyakinkan lagi bahwa mereka tidak akan mampu, Allah berfirman,

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak dapat membuat(nya), maka peliharalah dirimu dan Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (A1-Baqarah: 23-24).

Termasuk dalam tantangan di atas iaitu agar mereka membuat satu surat terpendek, dari surat yang terpendek dalam alQur’an adalah terdiri dari tiga ayat. Ini benar-benar amat jitu dalam mematahkan tuduhan mereka. Allah berfirman,

“Tidaklah mungkin al-Qur’an ini dibuat oleh selain Allah...” (Yunus: 37).

Itu semua dikeranakan kafasihan dan balaghah al-Qur’an yang di luar kemampuan makhluk untuk mendatangkan yang semisalnya. Maka dia adalah mukjizat yang kekal abadi, melemahkan orang-orang yang memiliki puncak kefasihan dan balaghah. Lalu bagaimana lagi dengan orang-orang yang berada di bawah kemampuan mereka.

Di samping itu, al-Qur’an juga memuat bukti-bukti yang banyak sekali yang sulit dihitung selain mukjizat tentangan tersebut. Di antaranya, kandungan al-Quran yang berisi khabar-khabar ghaib, baik yang sudah lepas mahupun yang akan datang, hukum-hukum yang praktiknya akan mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, menjadikan manusia merenungkan alam (semesta) dan segala isinya, juga merenungkan dirinya berikut penciptaannya yang semuanya itu berasal dari Dzat Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui, tidak ada yang samar dari-Nya. Dia Maha kuasa atas segala sesuatu, dan di Tangan-Nya lah segala kebaikan, Dialah Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui.

Kamis, 24 Maret 2011

agama

BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

I. DEFINISI

Secara bahasa, كتب adalah bentuk jamak dari كتا ب . Sedangkan kitab adalah mashdar yang digunakan untuk menyatakan sesuatu yang ditulisi didalamnya. Ia pada awalnya adalah nama shahifah (lembaran) bersama tulisan yang ada di dalamnya.

Sedangkan menurut syariat, كتب adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada rasul-rasul-Nya agar mereka menyampaikannya kepada manusia dan yang membacanya bernilai ibadah.

II. BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB

Beriman kepada kitab-kitab Allah adalah salah satu rukun iman. Maksudnya yaitu membenarkan dengan penuh keyakinan bahwa Allah s.w.t. mempunyai kitab-kitab yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya dengan kebenaran yang nyata dan petunjuk yang jelas. Dan bahwasanya ia adalah kalam Allah yang Ia firmankan dengan sebenarnya, seperti apa yang Ia kehendaki dan menurut apa yang Ia ingini.

Allah berfirman,

“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Ia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya “(An-Nahl: 2)

Iman kepada-Nya adalah wajib, secara ijmal (global) dalam hal yang diijmalkan dan secara tafshil (rinci) dalam hal yang dirincikan.

Dalil-dalil atas Kewajiban Beriman Kepada Kitab-kitab:

Pertama: Dalil-dalil beriman kepadanya secara umum

1 - Firman Allah dalam surat al-Baqarah,

Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’kub dan anak cucunya, dan apa yang telah diberikan kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dan Rabbnya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 136).

Segi istidlalnya adalah: Allah s.w.t. memerintahkan orang-orang mukmin agar beriman kepada-Nya dan kepada apa yang telah Ia turunkan kepada mereka melalui nabi mereka, Muhammad yaitu al-Qur’an, dan agar beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada para nabi dan Tuhan mereka tanpa membedabedakan antara satu dengan yang lain, karena tunduk kepada Allah serta membenarkan apa yang diberitakan-Nya.

2 - Firman Allah dalam ayat lainnya,

“Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dan Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dan rasul-rasulNya,’ dan mereka mengatakan, ‘Ainpunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali’.” (A1-Baqarah: 285).

Ayat ini menjelaskan sifat iman Rasul dan iman para mukminin serta apa yang diperintahkan kepada mereka berupa iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan para rasul, tanpa membeda-bedakan. Sehingga kufur kepada sebagian bererti kufur kepada mereka semuanya.

3 - Firman Allah dalani surat an-Nisa,

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah tururkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepda Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan Hari Kemudian maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa’: 136).

Segi istidlalnya adalah Allah s.w.t. memerintahkan manusia agar beriman kepada-Nya, kepada Rasul-Nya, dan kepada kitab-Nya yang diturunkan kepada Rasulullah yakni al-Quran, juga kepada kitab-kitab yang diturunkan sebelum al-Qur’an. Kemudian Allah menyamakan kufur kepada malaikat, kitab-kitab, para rasul dan Hari Akhir dengan kufur kepada-Nya.

4 - Sabda Rasullullah dalam hadits Jibril tentan iman,

“Yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, Hari Akhir dan beriman kepad takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. al-Bukhari, 1/19- 20 dan Muslim, 11/37)

Maka Rasulullah menjadikan iman kepada kitab-kital Allah sebagai salah satu rukun iman.

Kedua: Wajib beriman kepada kitab-kitab secara rinci

Kita wajib mengimani secara rinci kitab-kitab yang sudal dise-butkan namanya oleh Allah, yakni al-Qur’an dan kitabkitab yang lain yaitu:

a. Shuhuf lbrahim dan Musa a.s.. Allah berfirman,

“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji?” (An-Najm: 36-37).

“Sesungguhnya mi benar-benar terdapat dalam shuhuf (lembaran- lemba ran) yang dahulu, (yaitu) shuhuf Ibrahim dan Musa.” (AlAla: 18-19).

b. Taurat, yaitu kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa

Allah berfirman,

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat yang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi) “(Al-Maidah: 44)

“Allah, tidak ada sembahan yang haq melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri. Dia menurunkan al-K itab (al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, sebelum (al-Qur’an), menjadikan petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan al-Furqan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).” (Ali Imran: 2-4).

c. Zabur, yaitu kitab yang Allah turunkan kepada Nabi Daud a.s. Allah berfirman,

“...dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (An-Nisa: 163)

d. Injil, yaitu kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s. Allah berfirman,

“Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Irail) dengan ‘Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, iaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, iaitu kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Maidah: 46).

Beriman kepada kitab-kitab yang telah Allah sebutkan di dalam al-Quran adalah wajib. Yakni beriman bahwa masing-masing adalah kitab Allah yang di dalamnya terdapat nur dan hidayah yang Dia turunkan kepada para rasul yang telah Dia sebutkan. Semuanya, sebagaimana al-Qur’an mengajak kepada pengesaan Allah dalam ibadah. Semua kitab itu sama dalam hal ushul sekalipun berlainan dalam syariatnya.

Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu “(An-Nahl: 36)

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami mewahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada Sesembahan yang haq melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekelian akan Aku’.” (al-Anbiya’: 25)

Al-Quran menjelaskan bahwa semua rasul mengajak kaumnya kepada tauhid. Allah menceritakan kepada kita ucapan mereka,

“...sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada sesembahan yang haq bagimu selain dari-Nya.” (Al-Araf: 65, 73, 85)

Rasulullah s.a.w. bersabda,

“Para nabi itu adalah saudara se-ayah, ibu mereka berlainan, tetapi din mereka adalah satu.” (HR. Muslim, IV/1837).

Ketiga: Kitab-kitab yang ada pada ahli kitab

Sesungguhnya apa yang ada di tangan ahli kitab yang mereka namakan sebagai kitab Taurat dan Injil dapat dipastikan bahwa ia termasuk hal-hal yang tidak benar penisbatannya kepada para nabi Allah. Maka tidak boleh dikatakan bahawa Taurat yang ada sekarang adalah Taurat yang dahulu diturunkan kepada Nabi Musa Juga Injil yang ada sekarang bukanlah Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa. Jadi, keduanya bukanlah kedua kitab yang kita diperintahkan untuk mengimaninya secara rinci. Dan tidak benar mengimani sesuatu yang ada dalam keduanya sebagai kalam Allah, kecuali yang ada dalam al-Quran lalu dinisbatkan kepada keduanya.

Kedua kitab tersebut telah dinasakh (dicabut masa berlakunya) dan diganti oleh al-Quran. Allah menyebutkan terjadinya pengubahan dan pemalsuan terhadap keduanya di lebih dan satu tempat dalam al-Quran.

Allah berfirman,

“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (Al-Baqarah: 75).

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya. Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dan tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dan apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Dan di antara orang-orang yang mengatakan, Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani, ada yang telah Kami ambil perjanjian mereka, tetapi (mereka) sengaja melupakan sebahagian dari apa yang mereka telah diberikan peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai Hari Kiamat. Dan kelak Allah akan memberikan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan. Hai ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya.” (Al-Maidah: 13-15).

Di antara bentuk pengubahan yang dilakukan ahli kitab alah penisbatan anak kepada Allah. Mahasuci Allah dan yang demikian, mereka mengatakan,

“Orang-orang Yahudi berkata, ‘Uzair itu putera Allah’ dan orang-orang Nasrani berkata, ‘Al-Masih itu putera Allah.’ Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (At-Taubah: 30).

Begitu pula permusuhanan orang-orang Nasrani terhadap Nabi serta perkataan mereka bahwa Allah adalah salah satu oknum dari tiga unsur (atau yang lebih dikenal dengan kepercayaan/i’tiqad ‘trinitas’, pent.)

Allah berfirman,

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, Sesungguhnya Allah ialah ‘al-Masih putera Maryam’, padahal al-Masih (sendiri) berkata, ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.’ Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Syurga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada sesembahan selain dari Allah Yang Maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Al-Maidah 72-73).

Allah menjelaskan bahwa mereka telah mengubah firman-Nya. Mereka melalaikan peringatan-peringatan Allah serta menisbatkan kepada-Nya apa yang Allah Mahasuci dan bersih danpadanya. Mereka menuhankan yang lain-Nya bersama-Nya, dan berbagai hal lain yang mereka susupkan ke dalam kitab-kitab mereka. Dengan demikian tidak sah dan tidak benar penisbatan kitab-kitab ini kepada Allah.

Di samping itu ada beberapa hal yang lebih menguatkan ketidak-benaran penisbatan ini kepada Allah di samping apa yang dinyatakan dalam al-Qur’an iaitu antara lain:

a. Sesungguhnya apa yang ada di tangan ahli kitab yang mereka yakini sebagai kitab suci adalah bukan naskah (nuskhah) yang ash, akan tetapi teiemahannya.

b. Bahwa kitab-kitab itu telah dicampuni dengan perkataan para ahli tafsir (mufassir) dan para ahli sejarah (muarrikh), juga orang-orang yang mengambil kesimpulan hukum dari sejenisnya.

c. Tidak benar penisbatannya kepada rasul, karena tidak mempunyai sanad yang dapat dipercaya (dipertanggungjawabkan). Taurat ditulis sesudah Nabi Musa berselang beberapa abad. Adapun Injil-injil yang ada, semuanya dinisbatkan kepada pengarang atau penulisnya, lagi pula telah dipilih dari Injil-injil yang bermacam-macam.

d. Kepelbagaian naskah serta kontradiksi yang ada di dalamnya menunjukkan secara yakin atas perubahan dan pemalsuannya.

e. Injil-injil itu berisi akidah-akidah yang rusak dalam menggambarkan Sang Pencipta dan menyifati-Nya dengan sifat-sifat kekurangan. Begitu pula menyifati para nabi dengan sifat-sifat kotor. Karena itu orang Islam wajib meyakini bahwa kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bukanlah kitab yang diturunkan Allah kepada rasul-Nya, bahkan kitab-kitab itu adalah karangan mereka sendiri. Maka kita tidak membenarkan sesuatu darinya kecuali apa yang dibenarkan oleh al-Quran yang mulia dan as-Sunnah yang disucikan. Dan kita mendustakan apa yang didustakan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Kita tidak berkomentar tentang sesuatu yang tidak dibenarkan atau didustakan oleh al-Quran, karena ia mengandungi kemungkinan benar atau dusta. Wallahu a’lam!

Keempat: Al-Qur’anul Karim

A) Definisi al-Qur’an

Al-Quran menurut bahasa adalah bentuk masdar, seperti al-qira’ah. Anda mengungkapkan,

قرأت الكتب قراءة وقرانا
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Al-Qiyamah: 17)

Qur‘anahu maksudnya adalah qira ‘atahu. Kemudian masdar mi dinukil dan dijadikan sebagai nama atau sebutan bagi kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad , dan menjadi nama yang baku baginya.

Disebut al-Quran karena ia mencakup inti (buah), kitab-kitab Allah kesemuanya, sebagaimana firman Allah,

“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an). Untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl: 89)

Sedangkan menurut istilah al-Quran itu adalah Kalam Allah yang mu‘jiz (yang melemahkan dan menundukkan orang-orang yang menentangnya) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad, dalam bentuk wahyu, yang ditulis di dalam mushhaf dan dihafal di dalam dada, yang dibaca dengan lisan dan didengar oleh telinga, yang dinukil kepada kita secara mutawatir, tanpa ada keraguan, dan membacanya dinilai ibadah.

B) Al-Quran Adalah Kalam Allah
Madzhab umat terdahulu dan ulama salaf mengatakan, ‘Sesungguhnya al-Quran adalah Kalam Allah dengan lafazh dan maknanya, diturunkan dan ia bukan makhluk, didengar oleh Jibril daripada-Nya kemudian ia menyampaikannya kepada Nabi Muhammad, lalu Nabi Muhammad s.a.w. menyampaikannya kepada para sahabathya. Dialah yang kita baca dengan lisan kita, yang kita tulis dalam mushaf kita, dan kita hafal dalam dada kita serta kita dengar dengan telinga kita. Karana firman Allah,

“Dan jika seseorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah (At-Taubah: 6)

Dan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan lainnya dan Ibnu Umar,

“Bahwasanya Rasulullah melarang membawa al-Qur’an ke negeri musuh.” (HR. al-Bukhari, IV/68 dan Muslim,III/ 1490- 1491).

Juga kerana hadits Rasulullah,

“Hiasilah olehmu al-Qur’an itu dengan suara-suaramu!” (HR. Ahmad, IV/283; dan lihat Shahih al-Bukhari, IX/193)

Di dalam ayat yang mulia tersebut Allah s.w.t. menyebutkan atau menamakan apa yang didengar yaitu apa yang dibacakan di hadapan orang-orang musyrik oleh Rasulullah sebagai “Kalamullah”.

Dalam hadits pertama baginda Nabi menyebut apa yang ditulis itu adalah al-Quran.

Sebagaimana Allah juga telah berfirman tentang al-Qur’an,

“Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh).” (Al-Waqi’ah: 77- 78)

Kemudian dalam hadits kedua Rasulullah menamakan apa yang dibaca sebagai al-Qur’an.

Adapun dalil-dalil tentang keberadaannya diturunkan oleh Allah dan bukan oleh makhluk adalah banyak sekali, seperti firman Allah,

“Dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Am in (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (Asy-Syu’ara’: 193-195).

“Haa Miim. Diturunkan Kitab ini (al-Qur’an) dan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.” (A1-Mu’min/Ghafir: 1-2).

Dalam ayat-ayat tersebut terdapat nash serta pernyataan yang jelas bahwa al-Quran itu diturunkan dari sisi Allah s.a.t.. Tidak sah perkataan bahwa al-Quran dan kitab-kitab Allah yang lain itu adalah makhluk, kerana kitab-kitab itu adalah Kalam Allah, sedangkan Kalam Allah adalah sifat-Nya, dan sifat-Nya bukan makhluk.

Iman kepada segenap apa yang kita paparkan di atas tentang ai-Quran adalah wajib. Sebagaimana wajibnya mengimani bahwa ía adalah kitab yang paling diturunkan dari sisi Allah, yang datang untuk membenarkan dan mendukung kebenaran yang telah datang dalam kitab-kitab Allah terdahulu, juga untuk menjelaskan pengubahan dan pemalsuan yang terjadi padanya. Sebagaimana firman Allah,

“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.” (A1-Maidah: 48)

Dan ia datang dengan syariat yang universal, umum berlaku untuk setiap zaman dan tempat, menghapus syariat-syariat sebelumnya, dan ia wajib diikuti oleh setiap orang yang mendengar khabarnya sampai Hari Kiamat. Allah tidak menerimanya dan siapa pun selainnya setelah ia diturunkan, sebagai disabdakan oleh baginda Rasul,

“Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, tidak seorang pun dari umat (manusia) ini yang mendengar tentang aku, seorang Yahudi mahupun Nasrani, kemudian ia mati dan tidak beriman kepada ajaran yang aku bawa, melainkan ia adalah termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim, 1/134)

Hadits ini sangat jelas pernyataannya bahawa syariat Nabi Muhammad, adalah menghapus syariat-syariat sebelumnya.

C. Pemeliharaan Allah terhadap al-Qur’an

Al-Quran yang diturunkan kepada penutup para nabi adalah Kitab Allah yang paling akhir diturunkan kepada manusia. Ia menghapus berlakunya syariat-syariat sebelumnya.

Karena itu ia datang dengan lengkap, mencakup semua yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan dunia hingga Hari Kiamat, serta membawa mereka ke taman kebahagiaan di akhirat, manakala mereka mengikuti ajaran-ajarannya dan berjalan di atas manhajnya.

Allah menjamin memeliharanya agar boleh menjadi hujjah atas umat manusia. Allah berfirman,

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9).

“Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari al-Qur’an ketika al-Qur’an itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan Celaka), dan sesungguhnya al-Qur’an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan mahu pun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.” (Fushshilat: 41-42).

Dan kesempurnaan pemeliharaan al-Quran mengharuskan pemeliharaan tafsirnya, iaitu Sunnah Rasul s.a.w.

Jadi al-Quran yang ada di tangan kita sekarang adalah al-Quran yang diturunkan kepada Rasul kita Muhammad dengan keseluruhan dan rinciannya, tidak dinodai oleh tangan-tangan jahil dan tidak akan tersentuh olehnya, bahkan akan tetap (tidak berubah) sebagaimana saat ia diturunkan sampai diangkat di akhir zaman nanti, di dalamnya terdapat penjelasan atas hidayah dan nur, sumber rujukan manusia dalam akidah dan syariatnya. Dan nash-nashnya mereka beristinbat (menentukan kesimpulan hukum) untuk menentukan hukum bagi segala yang mereka temui dalam kehidupannya. Dialah kata akhir (kata pemutus), dia adalah hablullah (tali Allah) yang kuat, dzikrullah yang penuh hikmah dan jalan-Nya yang lurus. Dengannya hawa nafsu tidak akan tersesat dan dengannya pula lisan tidak akan terpeleset/menyimpang.

Rasulullah telah menjelaskan al-Quran ini kepada manusia dengan sabda-sabdanya, perbuatan dan ketetapannya. Allah berfirman,

“Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44).

D. Menentang dengan al-Quran

Allah telah menjadikan banyak bukti kebenaran para nabi sesuai dengan apa yang terkenal di kalangan kaumnya. Oleh karena tersohornya sihir dalam masyarakat Mesir pada zaman Firaun, maka datanglah Nabi Musa dengan mukjizat yang boleh mengubah tongkat menjadi seekor ular besar dan mengeluarkan dari tangannya sinar putih mengkilau setelah ia memasukkannya ke saku bajunya.

Kemudian datang Nabi Isa dengan mukjizat menghidupkan orang-orang yang sudah mati, menyembuhkan kebutaan dan kulit belang-belang (sopak); karena umatnya sangat mengagungkan ilmu ketabiban/perubatan. Hal ini sangat menepati dalam membuktikan kebenaran orang yang mendakwakan (dinnya sebagai nabi atau tuhan), karena umat sudah mengetahui bukti atau dalil yang sejenis.

Sedangkan Rasulullah s.a.w., penutup para nabi, diutus di tengah-tengah umat yang sangat mencurahkan perhatiannya di bidang sastera, maka sangatlah tepat kedatangan beliau dengan membawa kitab suci ini, kerana ia merupakan satu jenis dengan keahlian mereka. Al-Qur’an adalah Bahasa Arab yang nyata. Lebih dari itu, ia adalah puncak dalam kefasihan dan balaghah, bahkan berada jauh di atas kemampuan mereka semua. Sehingga mereka meyakini ia bukanlah bikinan manusia, karena ia di luar jangkauan mereka. Di samping itu, al-Quran mempunyai pengaruh luar biasa dalam jiwa mereka ketika mendengarnya. Akan tetapi, karena kebatilan sudah mendarah daging dalam tubuh mereka membuat mereka bersikeras untuk tidak mendengarnya serta melarang Rasulullah, membacanya di hadapan orang banyak dalam perkumpulan-perkumpulan dan acara-acara resmi. Seperti yang diceritakan Allah dalam surat Fushshilat,

“Dan orang-orang yang kafir berkata, ‘Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka).” (Fushshilat: 26)

Orang kafir Quraisy telah berbuat salah besar ketika mengatakan, al-Qur’an itu bukanlah dari Allah. Maka Allah menentang mereka agar mendatangkan semisal al-Qur’an dan Dia menyatakan bahawa mereka tidak akan mampu untuk itu, dan tentangan ini berlaku untuk mereka yang beranggapan seperti itu, baik manusia mahupun jin, sampai Hari Kiamat.

Allah berfirman,

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur’an ini, nescaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan ia, sekalipun mereka menjadi pembantu bagi sebahagian yang lain.” (Al-Isra’: 88)

Kemudian Allah menurunkan lagi (mengurangi) tantangan itu dengan menentang mereka agar mendatangkan sepuluh surat saja seperti surat-surat al-Qur’an, jika memang benar al-Qur’an itu seperti yang mereka tuduhkan. Allah berfirman,

“Bahkan mereka mengatakan, ‘Muhammad telah membuat-buat al-Qur’an itu’. Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang benar-benar orang yang benar.” (Hud: 13)

Kemudian Allah menurunkan kembali tantangannya dan meminta agar mereka mendatangkan satu surat saja jika memang benar bahwa al-Qur’an itu buatan manusia. Allah benfirman,

“Dan (patutkah) mereka mengatakan, ‘Muhammad membuat-buatnya.’ Katakanlah, ‘(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cubalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar’.” (Yunus: 38)

Lalu Allah mengulangi cabaran ini bagi siapa saja yang meragukan kebenaran al-Qur’an agar ia membuat satu surat saja, dan Allah meyakinkan lagi bahwa mereka tidak akan mampu, Allah berfirman,

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak dapat membuat(nya), maka peliharalah dirimu dan Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (A1-Baqarah: 23-24).

Termasuk dalam tantangan di atas iaitu agar mereka membuat satu surat terpendek, dari surat yang terpendek dalam alQur’an adalah terdiri dari tiga ayat. Ini benar-benar amat jitu dalam mematahkan tuduhan mereka. Allah berfirman,

“Tidaklah mungkin al-Qur’an ini dibuat oleh selain Allah...” (Yunus: 37).

Itu semua dikeranakan kafasihan dan balaghah al-Qur’an yang di luar kemampuan makhluk untuk mendatangkan yang semisalnya. Maka dia adalah mukjizat yang kekal abadi, melemahkan orang-orang yang memiliki puncak kefasihan dan balaghah. Lalu bagaimana lagi dengan orang-orang yang berada di bawah kemampuan mereka.

Di samping itu, al-Qur’an juga memuat bukti-bukti yang banyak sekali yang sulit dihitung selain mukjizat tentangan tersebut. Di antaranya, kandungan al-Quran yang berisi khabar-khabar ghaib, baik yang sudah lepas mahupun yang akan datang, hukum-hukum yang praktiknya akan mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, menjadikan manusia merenungkan alam (semesta) dan segala isinya, juga merenungkan dirinya berikut penciptaannya yang semuanya itu berasal dari Dzat Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui, tidak ada yang samar dari-Nya. Dia Maha kuasa atas segala sesuatu, dan di Tangan-Nya lah segala kebaikan, Dialah Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui.

agama

Menyantuni Dhuafa

Surah Al Isra Ayat 26-27
Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (Q.S. Al Isra 26).
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.(Q.S. Al-Isra 27)
Surah Al Isra dikenal juga dengan nama Surah Bani Israil yang termasuk golongan surat Makiyah. Pada ayat 26-27 ini mempunyai asbanun nuzul yang diriwayatkan oleh At Thabrani yang bersumber dari Abu Sa`id Al Khudri dan dalam riwayat lain oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini, Rasulullah saw, memberikan tanah di Fadak ( tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah atau rampasan perang ) kepada Fatimah.
Kandungan Ayat
  • Secara umum ayat tersebut berhubungan dengan hubungan antara manusia dalam hal memanfaatkan dan menggunakan harta yang dimiliki
  • Orang yang diberi nafkah atau harta hendaklah memperhatikan dari oarng yang paling dekat seperti; keluarga atau kaum kerabat, orang-orang miskin, orang yang dalam perjalanan.
  • Larangan untuk tidak berlaku boros dalam membelanjakan hartanya atau menghambur-hamburkan harta
  • Perbuatan boros adalah sifat syaitaniyah yang harus ditinggalkan, dan syaitan itu adalah makhluk yang selalu ingkar kepada Allah.
Penjelasan
Pada ayat 26 menjelaskan kepada manusia bahwa orang yang mempunyai kelebihan harta punya kewajiban untu menyantuni atau menolong. Ditegaskan dalam ayat tersebut bahwa orang yang paling berhak untuk segera mendapat santunan adalah dari oang yang paling dekat dalam sebuah keluarga, yaitu;
  • Keluarga dekat atau kaum kerabatnya
  • Orang-orang miskin
  • Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan
Dalam ayat 26 tersebut dengan tegas melarang manusia untuk bersifat boros dan menghambur hamburkan harta untuk keperluan yang kurang bermanfaat. Sedangkan dalam ayat 27 Allah mengingatkan kepada manusia dengan memberikan tekanan bahwa perilaku boros adalah termasuk saudara syaitan. Dan syaitan itu selalu ingkar kepada Allah swt. Daripada untuk menghaburkan harta masih banyak saudara kita yang memerlukan bantuan kita semua yang memiliki harta lebih.
Pemberian infak dari harta yang diperoleh haruslah dengan cara yang baik dan sesuai dengan kadar ketentuan yang layak. Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 267 sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.( Q.S. 2:267)
Allah SWT memerintahkan umat Islam yang beriman agar memberikan infak atau nafkah sebagai hak bagi keluarga-keluarga yang dekat. Kemudian diberikan kepada orang-orang yang kekurangan atau orang-orang miskin, perlu juga diberikan kepada orang-orang yang dalam perjalanan atau ibnu sabil,
Harta yang diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima hendaklah harta yang baik-baik dan masih disukai, dan jangan memberikan harta atau sesuatu yang kita sendiri sudah tidak menyukainya. Dalam memberikan bantuan kepada fakir mikin sesungguhnya yang dibutuhkan tidak sekedar materi saja, tetapi juga perhatian dan hubungan persaudaraan sesama muslim.
Dalam membelanjakan harta seorang muslim harus sesuai dengan kemampuan dan tidak boleh bersifat boros. Boros dalam pandangan islam sangat dilarang yang dianjurkan adalah pada posisi yang pas yaitu ditengah-tengah antara tidak boros juga tidak bakhil. Allah berfirman dalam surat Al Furqan ayat 67 :
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”.( Q.S Al Furqan :67)
Ayat di atas memberikan suatu pemahaman bahwa Allah menyukai orang-orang yang tepat dalam mengelola harta kekayaan dan sesuai dengan peruntukannya. Allah SWT memberikan penghargaan dan balasan pahala yang jauh lebih banyak dengan apa yang kita berikan untuk menyantuni kaum duafa. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 261 :
Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Q.S Al Baqarah:261)
Dalam surat Al Baqarah ayat 261 dengan jelas Allah akan membalas kepada siapapun yang menafkahkan hartanya di jalan Allah termasuk menyantuni kaum duafa, dengan balasan yang berlipat ganda.
Surah Al Baqarah Ayat 177
Dalam sebuah riwayat oleh Abdurrazaq dari Ma`mar dan dari Qatadah serta riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abul Aliyah menerangkan tentang kaum Yahudi yang menganggap bahwa yang baik itu salat menghada ke barat, sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur sehingga turunlah Al Baqarah ayat 177.
Dalam sebuah riwayat lain Ibnu Jarir dan Ibnu Munzir yang bersumber dari Qatadah bahwa turunya ayat tersebut sehubungan dengan pertanyaan seorang laki-laki yang ditujukan kepada Rasulullah SAW, tentang al birr atau kebajikan. Setelah ayat tersebut, Rasulullah memanggil kembali orang tersebut dan dibacakanya ayat itu kepada orang tadi. Peristiwa itu terjadi sebelum diwajibkan salat fardhu. Pada waktu itu, apabila seseorang telah mengucapkan syahadat, kemudian meninggal di saat beriman, maka harapan besar ia mendapatkan kebaikan. Akan tetapi kaum Yahudi menganggap yang baik itu apabila salat menghadap ke barat, sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur.
Artinya : “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.( Q.S Al Baqarah; 177
Kandungan Ayat
Kebaikan yang dimaksud dalam surat Al Baqarah ayat 177 adalah beriman kepada Allah SWT, hari akhir, beriman kepada malaikat-malaikta, kitab-kitab, para nabi dan selalu melaksanakan keimananya itu dalam hidupnya. Diantara kebaikan yang perlu dilakukan dalam keseharian misalnya :
  • Memberikan harta yang kita sukai atau yang masih bagus kepada kerabat atau saudara kita, dan hendaknya kerabat itu yang paling dekat hubungan keluarganya.
  • Menyantuni kepada orang yang tidak mampu atau orang miskin, anak yatim piatu, karena mereka masih sangat membutuhkan pertolongan dan bantua.
  • Menolong kepada musafir yang berniat baik dalam perjalanan dan pengembaraanya.
  • Membantu kepada orang yang terpaksa harus meminta-minta, seperti gelandangan dan pengemis.
  • Memberikan sebagian harta kepada orang yang lemah, sakit, kekurangan
  • Melaksanakan ibadah yang menjadi kewajiban manusia kepada Allah SWT
  • Melaksanakan kewajiban untuk membayar zakat
  • Menepati janji bagi orang yang mengadakan perjanjian.
  • Sabar dalam penderitaan
Penjelasan
Pada waktu kiblat umat Islam berpindah ke arah Ka`bah atau baitullah di Masjidil Haram Makah, terjadilah perselisihan antara orang Islam dengan orang-orang ahli kitab. Para ahli Kitab berpendapat orang yang melakukan ibadah ( salat ) tidak menghadap kearah baitul maqdis atau Masjidil Aqsha, tidak sah. Mereka dianggap bukan pengikut nabi-nabi. Umat islam sebaliknya berpendapat bahwa ibadah yang di terima itu kalau menghadap ke arah Ka`bah yang ada di Masjidil Haram Makah.
Sebenarnya ayat ini diperuntukkan kepada seluruh umat manusia yang menganut agama yang berasal dari langit atau dikenal dengan istilah agama samawi, bahwa yang namanya ibadah itu bukan hanya persoalan menghadap kearah barat, atau kearah timur, tetapi ibadah dan kebajikan itu ialah beriman kepada Allah SWT, beriman kepada malaikat, dan beriman kepada nabi, kitab-kitab, hari akhir dan beramal saleh.
Nilai amal saleh sangat erat kaitanya dengan iman. Sebaliknya, amal saleh bila tidak didasari oleh iman, maka dosa itu tidak dapat ditebus dengan amal saleh sebesar apapun sehingga perbuatan-perbutan baik yang dilakukan itu didasari dengan iman. Dalam Al Quran didapati hubungan iman dan amal sebagaimana berikut ini;
  1. Orang yang mati dalam keadaan kafir dan belum bertobat tidak akan diterima amalanya.
  2. Orang-orang yang musyrik akan dihapus amalanya
  3. Amal pebuatan orang-orang kafir sia-sia
  4. Orang kafir akan ditimpakan siksa di dunia dan di akhirat
  5. Orang yang tidak beriman kepada akhirat hanya mendapatkan kehidupan dunia saja.
Sebagai bentuk perwujudan dan pengamalan surat Al-Baqarah ayat 177 diantaranya dapat dilakukan dengan cara :
  1. Beriman kepada Allah SWT
  2. Beriman kepada malaikat, kitab-kitab,dan para nabi
  3. Mendirikan salat
  4. Menirikan Zakat
  5. Berakhlak mulia
  6. Menepati Janji
  7. Menyantuni anak yatim , ibnu sabil
  8. Sabar dalam penderitaan.
  9. Bekerja dengan tekun untuk menafkahi keluarga
  10. Suka menabung dan tidak berlaku boros
  11. Menjauhi segala hal yang sia-sia
  12. Mempelajari ilmu agama dan mengamalkanya
  13. Bersedekah dengan harta yang paling baik
  14. Bersikap amanah
  15. Berpikir kritis
  16. Selalu melatih untuk beribadah kepada Allah SWT,
  17. Dll.

Sabtu, 19 Maret 2011

AGAMA ISLAM

AGAMA ISLAM

MATERI PENGYAAN BAB IV TENTANG PEREKONOMIAN ISLAM

Dalam bidang muamalah ( aspek interaksi sesama manusia ), Islam tidak mengaturnya secara rinci , karena kehidupan manusia itu akan selalu berubah dan bergerak menuju kesempurnaan sampai bumi ini lenyap . Karena itu bentuk bentuk hubungan social politik , ekonomi maupun kebudayaan , manusia diperintahkan untuk mengaturnya sendiri sepanjang tidak keluar dari prinsip prinsip dasar yang telah ditetapkan oleh Islam .

Hal ini berbeda dengan aspek ibadah ( yang menyangkut hubungan antara sesama manusia dan Alloh ) seperti sholat, puasa , haji ,dsb. Alloh dan Rosulnya yang menciptakan nama dan aturannya . Manusia tidak berhak membuat aturan sendiri dan tinggal melaksanakan aturan yang dibuat oleh Alloh dan Rosulnya.

Dalam hal ini kita bisa menengok sejarah social bangsa arab Pada masa Nabi Muhammad SAW Dimana beliau tidak menghapus begitu saja transaksi yang sudah baik yang sudah diterapkan masyarakat arab dalam kehidupan se hari hari dan Nabi hanya mengkoreksi dan membatalkan transaksi transaksi yang bertentangan dengan prinsip prinsip Islam

Bentuk bentuk transaksi yang pada waktu itu dilaksanakan ummat Islam dizaman Nabi dalam kesehariannya misalnya , Qirod, Muzaro’ah, Mukhobaroh, mudzarobah,dsb. Bentuk bentuk ini hanya digunakan sebagai acuan untuk menciptakan transaksi transaksi baru yang sesuai dengan perkembangan zaman namun tidak menyimpang dengan rambu rambu yang telah ditetapkan oleh syarak.

Adapun prinsip prinsip dasar yang harus dilaksanakan dalam bertransaksi dengan sesama manusia a.l

Tidak saling mendzolimi
Tidak saling merugikan
Tidak melakukan transaksi yang bersifat spikulasi naïf ( judi )
Tidak melakuakn renten

Jadi bentuk bentuk transaksi yang ada saat ini mis. Asuransi, pembelian dengan menggunakan kartu kredit , pembayaran dan pembelian lewat ATM, jual beli saham, apakah model transaksi itu produk barat atau produk siapasaja , kita tidakbisa mengklim tentang halal atau haramnya, harus kita kaji terlebih dahulu apakah didalamnya ada bentuk bentuk transaksi yang menyimpang dari rambu rmbu yang telah ditetapkan oleh Islsm. linda