Menyantuni Dhuafa
Posted by Admin  on  June  10th, 2010 
        Surah Al  Isra Ayat 26-27Artinya : “Dan berikanlah kepada   keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang   yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan  (hartamu)  secara boros (Q.S. Al Isra 26).
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu  adalah saudara-saudara  syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar  kepada Tuhannya”.(Q.S.  Al-Isra 27)
Surah Al Isra dikenal  juga dengan nama  Surah Bani Israil yang termasuk golongan surat  Makiyah. Pada ayat 26-27  ini mempunyai asbanun nuzul yang diriwayatkan  oleh At Thabrani yang  bersumber dari Abu Sa`id Al Khudri dan dalam  riwayat lain oleh Ibnu  Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa  ketika turun ayat ini, Rasulullah saw,  memberikan tanah di Fadak (  tanah yang diperoleh Rasulullah dari  pembagian ganimah atau rampasan  perang ) kepada Fatimah.
Kandungan Ayat
- Secara umum ayat tersebut berhubungan dengan hubungan antara manusia dalam hal memanfaatkan dan menggunakan harta yang dimiliki
 - Orang yang diberi nafkah atau harta hendaklah memperhatikan dari oarng yang paling dekat seperti; keluarga atau kaum kerabat, orang-orang miskin, orang yang dalam perjalanan.
 - Larangan untuk tidak berlaku boros dalam membelanjakan hartanya atau menghambur-hamburkan harta
 - Perbuatan boros adalah sifat syaitaniyah yang harus ditinggalkan, dan syaitan itu adalah makhluk yang selalu ingkar kepada Allah.
 
Penjelasan
Pada ayat 26 menjelaskan kepada manusia   bahwa orang yang mempunyai kelebihan harta punya kewajiban untu   menyantuni atau menolong. Ditegaskan dalam ayat tersebut bahwa orang   yang paling berhak untuk segera mendapat santunan adalah dari oang yang   paling dekat dalam sebuah keluarga, yaitu;
- Keluarga dekat atau kaum kerabatnya
 - Orang-orang miskin
 - Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan
 
Dalam ayat 26 tersebut dengan  tegas  melarang manusia untuk bersifat boros dan menghambur hamburkan  harta  untuk keperluan yang kurang bermanfaat. Sedangkan dalam ayat 27  Allah  mengingatkan kepada manusia dengan memberikan tekanan bahwa  perilaku  boros adalah termasuk saudara syaitan. Dan syaitan itu selalu  ingkar  kepada Allah swt. Daripada untuk menghaburkan harta masih banyak  saudara  kita yang memerlukan bantuan kita semua yang memiliki harta  lebih.
Pemberian infak dari harta  yang  diperoleh haruslah dengan cara yang baik dan sesuai dengan kadar   ketentuan yang layak. Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat   267 sebagai berikut :
Artinya :  “Hai orang-orang yang beriman,  nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian  dari hasil usahamu yang  baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami  keluarkan dari bumi untuk  kamu. Dan janganlah kamu memilih yang  buruk-buruk lalu kamu nafkahkan  daripadanya, padahal kamu sendiri tidak  mau mengambilnya melainkan  dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan  ketahuilah, bahwa Allah Maha  Kaya lagi Maha Terpuji”.( Q.S. 2:267)
Allah SWT memerintahkan umat Islam yang   beriman agar memberikan infak atau nafkah sebagai hak bagi   keluarga-keluarga yang dekat. Kemudian diberikan kepada orang-orang yang   kekurangan atau orang-orang miskin, perlu juga diberikan kepada   orang-orang yang dalam perjalanan atau ibnu sabil,
Harta yang diberikan kepada orang-orang   yang berhak menerima hendaklah harta yang baik-baik dan masih disukai,   dan jangan memberikan harta atau sesuatu yang kita sendiri sudah tidak   menyukainya. Dalam memberikan bantuan kepada fakir mikin sesungguhnya   yang dibutuhkan tidak sekedar materi saja, tetapi juga perhatian dan   hubungan persaudaraan sesama muslim.
Dalam membelanjakan harta seorang muslim  harus sesuai dengan  kemampuan dan tidak boleh bersifat boros. Boros  dalam pandangan islam  sangat dilarang yang dianjurkan adalah pada posisi  yang pas yaitu  ditengah-tengah antara tidak boros juga tidak bakhil.  Allah berfirman  dalam surat Al Furqan ayat 67 :
Artinya:  “Dan orang-orang yang apabila  membelanjakan (harta), mereka tidak  berlebih-lebihan, dan tidak (pula)  kikir, dan adalah (pembelanjaan itu)  di tengah-tengah antara yang  demikian”.( Q.S Al Furqan :67)
Ayat di atas memberikan suatu pemahaman   bahwa Allah menyukai orang-orang yang tepat dalam mengelola harta   kekayaan dan sesuai dengan peruntukannya. Allah SWT memberikan   penghargaan dan balasan pahala yang jauh lebih banyak dengan apa yang   kita berikan untuk menyantuni kaum duafa. Sebagaimana firman Allah dalam   surat Al Baqarah ayat 261 :
Artinya  : “Perumpamaan (nafkah yang  dikeluarkan oleh) orang-orang yang  menafkahkan hartanya di jalan Allah  adalah serupa dengan sebutir benih  yang menumbuhkan tujuh bulir, pada  tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah  melipat gandakan (ganjaran) bagi  siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah  Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha  Mengetahui”. (Q.S Al Baqarah:261)
Dalam surat Al Baqarah ayat 261 dengan   jelas Allah akan membalas kepada siapapun yang menafkahkan hartanya di   jalan Allah termasuk menyantuni kaum duafa, dengan balasan yang berlipat   ganda.
Surah Al Baqarah  Ayat 177
Dalam sebuah  riwayat oleh Abdurrazaq  dari Ma`mar dan dari Qatadah serta riwayat Ibnu  Abi Hatim yang bersumber  dari Abul Aliyah menerangkan tentang kaum  Yahudi yang menganggap bahwa  yang baik itu salat menghada ke barat,  sedangkan kaum Nasrani mengarah  ke timur sehingga turunlah Al Baqarah  ayat 177.
Dalam sebuah riwayat  lain Ibnu Jarir dan  Ibnu Munzir yang bersumber dari Qatadah bahwa  turunya ayat tersebut  sehubungan dengan pertanyaan seorang laki-laki  yang ditujukan kepada  Rasulullah SAW, tentang al birr atau kebajikan.  Setelah ayat tersebut,  Rasulullah memanggil kembali orang tersebut dan  dibacakanya ayat itu  kepada orang tadi. Peristiwa itu terjadi sebelum  diwajibkan salat  fardhu. Pada waktu itu, apabila seseorang telah  mengucapkan syahadat,  kemudian meninggal di saat beriman, maka harapan  besar ia mendapatkan  kebaikan. Akan tetapi kaum Yahudi menganggap yang  baik itu apabila salat  menghadap ke barat, sedangkan kaum Nasrani  mengarah ke timur.
Artinya :  “Bukanlah menghadapkan wajahmu  ke arah timur dan barat itu suatu  kebajikan, akan tetapi sesungguhnya  kebajikan itu ialah beriman kepada  Allah, hari kemudian,  malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan  memberikan harta yang  dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,  orang-orang miskin,  musafir (yang memerlukan pertolongan) dan  orang-orang yang  meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,  mendirikan shalat, dan  menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati  janjinya apabila ia  berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam  kesempitan, penderitaan dan  dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang  yang benar (imannya); dan  mereka itulah orang-orang yang bertakwa.(  Q.S Al Baqarah; 177
Kandungan  Ayat
Kebaikan yang  dimaksud dalam surat Al  Baqarah ayat 177 adalah beriman kepada Allah  SWT, hari akhir, beriman  kepada malaikat-malaikta, kitab-kitab, para  nabi dan selalu melaksanakan  keimananya itu dalam hidupnya. Diantara  kebaikan yang perlu dilakukan  dalam keseharian misalnya :
- Memberikan harta yang kita sukai atau yang masih bagus kepada kerabat atau saudara kita, dan hendaknya kerabat itu yang paling dekat hubungan keluarganya.
 - Menyantuni kepada orang yang tidak mampu atau orang miskin, anak yatim piatu, karena mereka masih sangat membutuhkan pertolongan dan bantua.
 - Menolong kepada musafir yang berniat baik dalam perjalanan dan pengembaraanya.
 - Membantu kepada orang yang terpaksa harus meminta-minta, seperti gelandangan dan pengemis.
 - Memberikan sebagian harta kepada orang yang lemah, sakit, kekurangan
 - Melaksanakan ibadah yang menjadi kewajiban manusia kepada Allah SWT
 - Melaksanakan kewajiban untuk membayar zakat
 - Menepati janji bagi orang yang mengadakan perjanjian.
 - Sabar dalam penderitaan
 
Penjelasan
Pada waktu kiblat umat Islam berpindah  ke  arah Ka`bah atau baitullah di Masjidil Haram Makah, terjadilah   perselisihan antara orang Islam dengan orang-orang ahli kitab. Para ahli   Kitab berpendapat orang yang melakukan ibadah ( salat ) tidak  menghadap  kearah baitul maqdis atau Masjidil Aqsha, tidak sah. Mereka  dianggap  bukan pengikut nabi-nabi. Umat islam sebaliknya berpendapat  bahwa ibadah  yang di terima itu kalau menghadap ke arah Ka`bah yang ada  di Masjidil  Haram Makah.
Sebenarnya  ayat ini diperuntukkan kepada  seluruh umat manusia yang menganut agama  yang berasal dari langit atau  dikenal dengan istilah agama samawi,  bahwa yang namanya ibadah itu bukan  hanya persoalan menghadap kearah  barat, atau kearah timur, tetapi  ibadah dan kebajikan itu ialah beriman  kepada Allah SWT, beriman kepada  malaikat, dan beriman kepada nabi,  kitab-kitab, hari akhir dan beramal  saleh.
Nilai amal saleh sangat erat kaitanya  dengan iman.  Sebaliknya, amal saleh bila tidak didasari oleh iman, maka  dosa itu  tidak dapat ditebus dengan amal saleh sebesar apapun sehingga   perbuatan-perbutan baik yang dilakukan itu didasari dengan iman. Dalam   Al Quran didapati hubungan iman dan amal sebagaimana berikut ini;
- Orang yang mati dalam keadaan kafir dan belum bertobat tidak akan diterima amalanya.
 - Orang-orang yang musyrik akan dihapus amalanya
 - Amal pebuatan orang-orang kafir sia-sia
 - Orang kafir akan ditimpakan siksa di dunia dan di akhirat
 - Orang yang tidak beriman kepada akhirat hanya mendapatkan kehidupan dunia saja.
 
Sebagai bentuk perwujudan dan  pengamalan  surat Al-Baqarah ayat 177 diantaranya dapat dilakukan dengan  cara :
- Beriman kepada Allah SWT
 - Beriman kepada malaikat, kitab-kitab,dan para nabi
 - Mendirikan salat
 - Menirikan Zakat
 - Berakhlak mulia
 - Menepati Janji
 - Menyantuni anak yatim , ibnu sabil
 - Sabar dalam penderitaan.
 - Bekerja dengan tekun untuk menafkahi keluarga
 - Suka menabung dan tidak berlaku boros
 - Menjauhi segala hal yang sia-sia
 - Mempelajari ilmu agama dan mengamalkanya
 - Bersedekah dengan harta yang paling baik
 - Bersikap amanah
 - Berpikir kritis
 - Selalu melatih untuk beribadah kepada Allah SWT,
 - Dll.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar