Gelombang Cahaya
Pembiasan Pada Prisma
Pembiasan Pada Prisma 
Dispersi Cahaya
Dispersi Cahaya 
Saat cuaca cerah, pada siang hari kita bisa melihat matahari dan  malamnya bisa melihat bulan ataupun bintang. Matahari, bulan dan bintang  adalah bagian dari benda langit, yang ketika kita melihatnya ataupun  mengamatinya, informasi yang bisa kita tangkap langsung dari benda  langit tersebut berupa cahaya. Dan dari cahaya tersebut para astronom  dapat menentukan posisi, jarak, warna, suhu, jenis zat yang  dikandungnya, energi dan lain sebagainya. Jadi cahaya itu ilmu, cahaya  merupakan bagian dari fenomena fisika, tanpa cahaya bisa jadi ilmu  astronomi tidak akan pernah ada, tanpa cahaya kita tidak akan bisa  hidup. Dari fenomena cahaya ini, banyak para ilmuwan memuculkan berbagai  gagasan ataupun teori tentang cahaya. Namun demikian, didalam ilmu  pengetahuan, kebenaran dari suatu gagasan maupun teori akan sangat di  tentukan oleh uji eksperimen.
Ilmuwan  Abu Ali Hasab Ibn Al-Haitham (965–sekitar 1040), menyatakan  bahwa setiap titik pada daerah yang tersinari cahaya, mengeluarkan sinar  cahaya ke segala arah, namun hanya satu sinar dari setiap titik yang  masuk ke mata secara tegak lurus yang dapat dilihat. Sedangkan cahaya  lain yang mengenai mata tidak secara tegak lurus tidak dapat dilihat.
Ada teori Partikel oleh Isaac Newton (1642-1727) dalam Hypothesis of  Light pada 1675 bahwa cahaya terdiri dari partikel halus (corpuscles)  yang memancar ke semua arah dari sumbernya. Teori Gelombang oleh  Chrisiaan Huygens (1629-1695), menyatakan bahwa cahaya dipancarkan ke  segala arah sebagai gelombang seperti bunyi. Perbedaan antara keduanya  hanya pada frekuewensi dan panjang gelombang saja.
Pada zaman Newton dan Huygens hidup, orang-orang beranggapan bahwa  gelombang yang merambat pasti membutuhkan medium. Padahal ruang antara  bintang-bintang dan planet-planet merupakan ruang hampa (vakum) sehingga  menimbulkan pertanyaan apakah yang menjadi medium rambat cahaya  matahari sampai ke bumi jika cahaya merupakan gelombang seperti yang  dikatakan Huygens. Inilah kritik orang terhadap pendapat Huygens. Kritik  ini dijawab oleh Huygens dengan memperkenalkan zat hipotetik (dugaan)  yang bernama eter. Zat ini sangat ringan, tembus pandang dan memenuhi  seluruh alam semesta. Eter membuat cahaya yang berasal dari  bintang-bintang sampai ke bumi.
Pada dekade awal Abad 20, berbagai eksperimen yang dilakukan oleh para  ilmuwan seperti Thomas Young (1773-1829) dan Agustin Fresnell  (1788-1827) berhasil membuktikan bahwa cahaya dapat melentur (difraksi)  dan berinterferensi. Gejala alam yang khas merupakan sifat dasar  gelombang bukan partikel. Percobaan yang dilakukan oleh Jeans Leon  Foulcoult (1819-1868) menyimpulkan bahwa cepat rambat cahaya dalam air  lebih rendah dibandingkan kecepatannya di udara. Padahal Newton dengan  teori emisi partikelnya meramalkan kebalikannya. Selanjutnya Maxwell  (1831-1874) mengemukakan pendapatnya bahwa cahaya dibangkitkan oleh  gejala kelistrikkan dan kemagnetan sehingga tergolong gelombang  elektomagnetik. Sesuatu yang yang berbeda dengan gelombang bunyi yang  tergolong gelombang mekanik. Gelombang elekromagnetik dapat merambat  dengan atau tanpa medium dan kecepatan rambatnyapun amat tinggi bila  dibandingkan dengan gelombang bunyi. Gelombang elekromagnetik merambat  dengan kecepatan 300.000 km/s. Kebenaran pendapat Maxwell tak  terbantahkan ketika Hertz (1857-1894) berhasil membuktikan secara  eksperimental yang disusun dengan penemuan-penemuan berbagai gelombang  yang tergolong gelombang elekromagnetik seperti sinar x, sinar gamma,  gelombang mikro RADAR dan sebagainya.
Dewasa ini pandangan bahwa cahaya merupakan gelombang elektomagnetik  umum diterima oleh kalangan ilmuwan, walaupun hasil eksperimen Michelson  dan Morley di tahun 1905 gagal membuktikan keberadaan eter seperti yang  di sangkakan keberadaan oleh Huygen dan Maxwell.
Di sisi lain pendapat Newton tentang cahaya menjadi partikel tiba-tiba  menjadi polpuler kembali setelah lebih dari 300 tahun tenggelam di bawah  populeritas pendapat Huygens. Dua fisikawan pemenang hadiah Nobel, Max  Plack (1858-1947) dan Albert Einstein mengemukan teori mereka tentang  Foton..
Berdasarkan hasil penelitian tentang sifat-sifat termodinamika radiasi  benda hitam, Planck menyimpulkan bahwa cahaya di pancarkan dalam  bentuk-bentuk partikel kecil yang disebut kuanta. Gagasan Planck ini  kemudian berkembang menjadi teori baru dalam fisika yang disebut teori  Kuantum. Dengan teori ini, Einstein berhasil menjelaskan peristiwa yang  dikenal dengan nama efek foto listrik, yakni pemancaran elekton dari  permukaan logam karena lagam tersebut di sinari cahaya.
Jadi dalam kondisi tertentu cahaya menunjukkan sifat sebagai gelombang  dan dalam kondisi lain menunjukkan sifat sebagai partikel. Hal ini di  sebut sebagai dualisme cahaya. (source: e-dukasi.net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar