D. PERJUANGAN  MEMBEBASKAN IRIAN BARAT
Ada  3 bentuk perjuangan dalam rangka pembebesan Irian Barat :  Diplomasi,  Konfrontasi Politik dan Ekonomi serta Konfrontasi Militer.
1.     Perjuangan Diplomasi
Ditempuh  guna menunjukkan niat baik Indonesia mandahulukan  cara damai dalam  menyelesaikan persengketaan. Perjuangan tersebut  dilakukan dengan  perundingan. Jalan diplomasi ini sudah dimulai sejak kabinet  Natsir (1950)  yang selanjutnya dijadikan program oleh setiap  kabinet. Meskipun selalu  mengalami kegagalan sebab Belanda masih  menguasai Irian Barat bahkan  secara sepihak memasukkan Irian Barat ke  dalam wilayah Kerajaan Belanda.
Perjuangan secara diplomasi ditempuh dengan 2 tahap, yaitu
e.     Secara bilateral, melalui perundingan dengan belanda. 
Berdasarkan  perjanjian KMB masalah Irian  Barat akan diselesaikan melalui  perundingan, setahun setelah pengakuan  kedaulatan. Pihak Indonesia  menganggap bahwa Belanda akan menyerahkan  Irian Barat pada waktu yang  telah ditentukan. Sementara Belanda  mengartikan perjanjian KMB tersebut  bahwa Irian Barat hanya akan  dibicarakan sebatas perundingan saja, bukan  diserahkan. Berdasarkan  alasan tersebut maka Belanda mempunyai alasan  untuk tetap menguasai  Indonesia. Akhirnya perundingan dengan Belanda  inipun mengalami  kegagalan.
f.       Diplomasi dalam forum PBB,  yaitu dengan membawa masalah  Indonesia-Belanda ke sidang PBB. Dilakukan  sejak Kabinet Ali  Sastroamijoyo I, Burhanuddin Harahap, hingga Ali  Sastroamijoyo II.
Dikarenakan  penyelesaian secara diplomatik  mengalami kegagalan dan karena adanya  pembatalan Uni Indonesia-Belanda  secara sepihak maka Indonesia sejak  1954 melibatkan PBB dalam  menyelesaikan masalah Irian Barat.
Dalam  sidang PBB Indonesia berupaya meyakinkan bahwa masalah  Irian Barat  perlu mendapatkan perhatian Internasional. Alasan Indonesia  adalah  karena masalah Irian Barat menunjukkan adanya penindasan suatu  bangsa  terhadap hak bangsa lain.
Upaya  melalui forum PBB pun tidak berhasil karena mereka  menganggap masalah  Irian Barat merupakan masalah intern antara  Indonesia-Belanda.  Negara-negara barat masih tetap mendukung posisi  Belanda. Indonesia  justru mendapat dukungan dari negara-negara peserta  KAA di Bandung yang  mengakui bahwa Irian Barat merupakan bagian dari  Negara Kesatuan  republik Indonesia.
2.     Perjuangan Konfrontasi Politik, Ekonomi dan Militer
Karena  perjuangan diplomasi baik bilateral  maupun dalam forum PBB belum  menunjukkan hasil sehingga Indonesia  meningkatkan perjuangannya dalam  bentuk konfrontasi. Konfrontasi  dilakukan tetapi tetap saja melanjutkan  diplomasi dalam sidang-sidang  PBB. Konfrontasi yang ditempuh yaitu  konfrontasi politik dan ekonomi,  serta konfrontasi militer.
Konfrontasi militer terpaksa dilakukan setelah Belanda tidak  mau berkompromi dengan Indonesia.
a.     Konfrontasi Politik dan Ekonomi
Konfrontasi ekonomi  dilakukan oleh pemerintah  Indonesia terhadap aset-aset dan  kepentingan-kepentingan ekonomi  Belanda di Indonesia. Konfrontasi  ekonomi tersebut sebagai berikut.
1)     Tahun 1956 secara sepihak Indonesia  membatalkan hasil KMB, diumumkan pembatalan utang-utang RI kepada  Belanda.
2)     Selama tahun 1957 dilakukan :
3)     Selama tahun 1958-1959 dilakukan :
Konfrontasi Politik dilakukan melalui tindakan  sebagai berikut.
1)     Tahun 1951, Kabinet Sukiman menyatakan bahwa  hubungan Indonesia dengan Belanda merupakan hubungan bilateral biasa,  bukan hubungan Unie-Statuut.
2)     Tanggal 3 Mei 1956, pada masa Kabinet Ali  Sastroamijoyo II, diumumkan pembatalan semua hasil KMB.
3)     Pada tanggal 17 Agustus 1956  dibentuk  provinsi Irian Barat dengan ibukotanya kotanya di Soa Siu  (Tidore) dan  Zaenal Abidin Syah (Sultan Tidore) sebagai gubernurnya yang  dilantik  tanggal 23 September 1956. Provinsi Irian Barat meliputi :  Irian,  Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile.
4)     18  November 1957 terjadi Rapat umum pembebasan Irian Barat di Jakarta.
5)     Tahun 1958, Pemerintah RI menghentikan kegiatan-kegiatan  konsuler Belanda di Indonesia. Pemecatan semua pekerja warga Belanda di  Indonesia
6)     Tanggal 8 Februari 1958, dibentuk Front  Nasional Pembebasan Irian Barat.
7)     Tanggal 17 Agustus 1960 diumumkan pemutusan  hubungan diplomatik dengan Belanda.
b.     Konfrontasi Militer
Dampak  dari tindakan konfrontasi politik dan ekonomi tersebut  maka tahun 1961  dalam Sidang Majelis Umum PBB terjadi perdebatan  mengenai masalah Irian  Barat. 
Diputuskan  bahwa Diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker  bersedia menjadi  penengah dalam perselisihan antara Indonesia dan  Belanda.
Bunker mengajukan usul yang dikenal dengan Rencana  Bunker, yaitu :
1.      Pemerintah Irian Barat harus diserahkan kepada Republik  Indonesia.
2.      Setelah  sekian tahun, rakyat Irian Barat harus diberi  kesempatan untuk  menentukan pendapat apakah tetap dalam negara Republik  Indonesia atau  memisahkan diri.
3.      Pelaksanaan penyelesaian masalah Irian Barat akan selesai  dalam jangka waktu dua tahun.
4.      Guna  menghindari bentrokan fisik antara pihak yang  bersengketa, diadakan  pemerintah peralihan di bawah pengawasan PBB  selama satu tahun.
Indonesia menyetujui usul itu dengan  catatan jangka waktu diperpendek.
Pihak Belanda  tidak mengindahkan usul tersebut bahkan mengajukan  usul untuk  menyerahkan Irian Barat di bawah pengawasan PBB.  Selanjutnya PBB  membentuk negara Papua dalam jangka waktu 16 tahun.
Jadi  Belanda tetap tidak ingin Irian Barat  menjadi bagian dari Indonesia.  Keinginan Belanda tersebut tampak jelas  ketika tanpa persetujuan PBB,  Belanda mendirikan negara Papua, lengkap  dengan bendera dan lagu  kebangsaan. 
Tindakan  Belanda tersebut tidak melemahkan semangat bangsa  Indonesia. Indonesia  menganggap bahwa sudah saatnya menempuh jalan  kekuatan fisik (militer). 
Perjuangan melalui jalur  militer ditempuh dengan tujuan untuk:
Persiapan pemerintah untuk  menggalang kekuatan militer adalah : 
Tindakan  persiapan Indonesia tersebut  dianggap oleh Belanda sebagai upaya untuk  melaklukan Agresi. Sehingga  Belanda kemudian memperkuat armada dan  angkatan perangnya di Irian  Barat dengan mendatangkan kapal induk Karel  Dorman.
Maka  Pada tanggal 19 Desember 1961,  Presiden Sukarno mengumumkan Tri Komando  Rakyat (Trikora) di Yogyakarta  yang telah dirumuskan oleh Dewan  Pertahanan Nasional. Peristiwa ini  menandai dimulainya secara resmi  konfrontasi militer terhadap Belanda  dalam rangka mengembalikan Irian  Barat ke pangkuan ibu pertiwi. 
Isi Trikora adalah sebagai berikut.
1)     Gagalkan Pembentukan Negara boneka papua buuatan Belanda
2)     Kibarkan Sang merah Putih di Irian Barat, Tanah air Indonesia
3)     Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan  kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Selanjutnya, diadakan rapat Dewan Pertahanan Nasional dan  Gabungan Kepala Staf serta Komamndo Tertinggi Pembebasan Irian Barat. Keputusan  dari rapat tersebut adalah sebagai berikut.
c.     Konfrontasi Total
Sesuai  dengan perkembangan situasi Trikora diperjelas dengan  Instruksi  Panglima Besar Komodor Tertinggi Pembebasan Irian Barat No.1  kepada Panglima Mandala yang isinya sebagai berikut.
Strategi yang disusun oleh  Panglima Mandala guna melaksanakan instruksi tersebut.
a.     Tahap Infiltrasi (penyusupan) (sampai akhir 1962), 
yaitu  dengan memasukkan 10 kompi di sekitar  sasaran-sasaran tertentu untuk  menciptakan daerah bebas de facto yang  kuat sehingga sulit dihancurkan  oleh musuh dan mengembangkan pengusaan  wilayah dengan membawa serta  rakyat Irian Barat.
b.     Tahap Eksploitasi (awal 1963), 
yaitu mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan  dan menduduki semua pos-pos pertahanan musuh yang penting.
c.     Tahap Konsolidasi (awal 1964), 
yaitu dengan menunjukkan kekuasaan dan menegakkan kedaulatan  Republik Indonesia secara mutlak di seluruh Irian Barat.
Pelaksanaannya  Indonesia menjalankan tahap  infiltasi, selanjutnya melaksanakan operasi  Jayawijaya, tetapi sebelum  terlaksana pada 18 Agustus 1962 ada sebuah  perintah dari presiden  untuk menghentikan tembak-menembak.
d.    Akhir Konfrontasi 
Surat  perintah tersebut dikeluarkan setelah ditandatangani  persetujuan antara  pemerintah RI dengan kerajaan Belanda mengenai Irian  Barat di Markas  Besar PBB di New York pada tanggal 15 Agustus 1962  yang selanjutnya  dikenal dengan Perjanjian New York.  Delegasi Indonesia  dipimpin oleh Menlu Subandrio sementara itu Belanda  dipimpin oleh Van  Royen dan Schuurman. Kesepakatan tersebut berisi.
1)     Kekuasaan pemerintah di Irian Barat untuk sementara waktu  diserahkan pada UNTEA(United Nations Temporary  Executive Authority)
2)     Akan diadakan PERPERA (Penentuan Pendapat  Rakyat) di Irian Barat sebelum tahun 1969.
Untuk menjamin Keamanan di Irian Barat  dibentuklah pasukan penjaga perdamaian PBB yang disebut UNSF  (United Nations Security Force) yang dipimpin oleh Brigadir  Jendral Said Udin Khan dari Pakistan.
Berdasarkan Perjanjian New York proses untuk pengembalian  Irian Barat ditempuh melalui beberapa tahap, yaitu :
1.      Antara 1 Oktober -31 Desember 1962 merupakan  masa pemerintahan UNTEA bersama Kerajaan Belanda.
2.      Antara 1 Januari 1963- 1 Mei 1963 merupakan  masa pemerintahan UNTEA bersama RI.
3.      Sejak 1 Mei 1963, wilayah Irian Barat  sepenuhnya berada di bawah kekuasaan RI.
4.      Tahun 1969 akan diadakan act of free  choice, yaitu penentuan pendapat rakyat (Perpera).
Penentuan  Pendapat rakyat (Perpera)  berarti rakyat diberi kesempatan untuk  memilih tetap bergabung dengan  Republik Indonesia atau Merdeka. 
Perpera mulai dilaksankan pada tanggal 14 Juli 1969 di Merauke  sampai dengan 4 Agustus 1969 di Jayapura. Hasil Perpera  tersebut adalah mayoritas rakyat Irian Barat menyatakan tetap  berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar